Kamis, 17 Oktober 2013

Benteng Hidethosi Aji

                   
                                                         
 BENTENG HIDETHOSI AJI                                  
Benteng Hidethosi Aji dibawah kendali kuasa Raja yang bertahta saat itu bergelar Raja Mangku  Hidethosi Aji Nugroho,
merupakan raja yang berasal dari simpang lima, dan memerintah kerajaan sudah 23 tahun dan sangat kuat, Pajak sangat tinggi, sehingga rakyat terjepit, Istrinya banyak, dan memerintah dengan tangan besi, .......Konon diceritakan pada tanggal 11-12 bulan Haoktomania tahun Saiki SM, Sebuah pasukan gabungan yang besar bersatu, untuk bersama-sama menggempur kerajaan Hidethosi yang lalim. Saat itu Benteng Hidethosi digempur dari empat penjuru yang masing2 penjuru dipimpin oleh senopati yang tangguh, Penjuru selatan dipimpin oleh Senopati putri, bergelar Nobuno Jill Karisa Komandan pasukan NagaPuspa (OSIS), Penjuru Timur dipimpin oleh Senopati yang alim tapi tegas bergelar Sineochi Mung-Yadi Komandan pasukan Cokro Kelopo (DP), Sebelah barat dipimpin senopati Terauci Hamini komandan pasukan iwo alit (Kls. 7), dan sebelah utara menggempur dengan tandangnya pasukan Tora-tora (PMR) yang dikomandani Senopati Shincei Dhomiri. Empat pasukan besar itu bergerak atas perintah Panglima yang gagah perkasa bergelar Tangjin Nuro Kuso mitro. Saat penyerangan banyak prajurit yang menjadi pahlawan ataupun superhero karena sepakterjangnya seperti lurah bagas dari pasukan nagapuspa, Lurah Rahman dari pasukan Cokro Kelopo maupun Lurah prajurit putri Listia dari pasukan Tora-tora, ada prajurit felix, prajurit eri, erlin, kresna, suwandana dan masih banyak lagi............PENGIN TAHU KELANJUTAN HASIL PERTEMPURANNYA....IKUTI TERUS KISAHNYA.....
         

Berbeda dari pasukan lain, pasukan Tora-tora diberangkatkan lebih awal karena harus berjalan memutar mengingat pasukan Tora-tora harus menggempur dari sisi utara benteng Hidethosi. Selang sehari setelah keberangkatan pasukan Tora-tora diberangkatkan pasukan berkuda cokro kelopo dan dua hari kemudian diberangkatkan 2 pasukan besar yang terakhir (Nagapuspa dan iwo alit) untuk mengapit gempuran dari barat dan selatan. Pemberangkatan 2 pasukan besar terakhir itu berangkat bersama dan berpisah jalan di perbatasan. Panglima perang TangJin Nuro Kusomitro dengan pengawalnya memilih berangkat bersama dengan pasukan nagapuspa bersama senopati Nobuno Jill karise. 
Pasukan Tora-tora yang sudah berangkat 3 hari lebih awal telah tiba dibukit Soreang, yang merupakan jalur paling membahayakan menuju benteng hidethosi. Bukit Soreang merupakan jalur sempit, dimana sisi kanan-kiri jalan berupa bukit terjal yang menjulang hampir 90 derajat. Firasat Shincei Dhomiri ternyata terbukti, 2 orang pasukan teliksandi (mata-mata) yang yang dikirimnya untuk mengamati keadaan bukit soreang kembali dalam keadaan terluka. Laporan 2 orang telik shandi tora-tora itu terlambat karena saat itu pasukan Tora-tora sudah berada dijalur bukit Soreang. Dari luar tenda Senopati Dhomiri terdengar hiruk pikuk teriakan prajuritnya “Serangan...serangan....serangan dari atas bukit”, tanpa menunggu waktu, Senopati Dhomiri berkelebat karena cepatnya dan diikuti 3 lurah prajuritnya menuju barisan depan menata pasukannya. Shincei Dhomiri berteriak kepada 3 lurahnya untuk membentuk formasi Kura-Kura. (Formasi kura-kura adalah formasi pasukan dengan bergerombol dengan perisai diletakan di atas kepala, sehingga serangan panah prajurit lawan tidak bisa menembus ).
Meskipun Formasi Kura-kura ampuh menahan serangan dari atas, tetap saja 1-2 orang prajuritnya terluka karena terkena panah. Shincei Dhomiri memerintahkan lurah listia untuk membawa pasukan panah keluar dari formasi Kura-kura dan langsung membentuk formasi redam serang untuk melindungi pasukan khusus yang akan merayap dinding bukit menantang pasukan musuh. Diawali dengan teriakan serang Senopati Shincei Dhomiri meloncat dan langsung naik diikuti 12 orang pasukan khusus yang mengikutinya merapatkan tubuhnya didindin bukit merayap ke atas bagaikan cicak. Dibawah berondongan serangan panah lawan tak satupun yang menyentuh kulit senopati yang terkenal kebal dan sakti, namun 2 orang pasukan khususnya telah jatuh terkena berondongan panah lawan.................( Bersambung Bagian Ke-4 : Tora-tora Melibas semua lawan)

Dengan dibantu serangan panah lurah Listia dan prajuritnya yang melindungi dan membalas serangan panah lawan akhirnya Senopati Shincei Dhomiri sampai di atas dan langsung mendapat serangan tombak dan pedang. Dengan kecepatan gerak yang sudah tingkat tinggi serangan lawan terhadap senopati yang tanggon itu bukan apa-apa, namun Shincei juga melindungi serangan lawan terhadap prajurit khususnya yang satu demi satu naik, setelah semua naik prajurit khusus tora-tora melemparkan tambang-tambang ke bawah sehingga teman-temannya yang lain bisa naik. Selain mendapat serangan dari depan yang semakin gencar karena semakin banyak prajurit lawan yang datang, prajurit Tora-tora juga mendapat serangan panah dan tombak dari dinding bukit sebelah yang menyerang prajurit tora-tora, baik yang ada di atas bersama senopati Shincei, di bawah bukit, maupun menyerang yang sedang menaiki tali ke atas bukit untuk membantu pasukan khusus yang ada di atas bukit.
Shincei Dhomiri dan prajurit khususnya di atas memang akhirnya bisa membendung lawan yang kini diketahui prajurit dari gabungan dua kadipaten terluar dari kerajaan Hidethosi yang berjumlah 2ribu prajurit, yang menyerang dari atas bukit sebelah menyebelah dengan membagi kekuatan masing-masing seribu prajurit, seribu prajurit itu mengepung Shincei dan pasukanya, hanya karena kesaktian dan gerakan pedang yang cepat yang melindungi Shincei dan prajuritnya. Sementara prajurit Shincei Dhomiri yang naik keatas semakin banyak meski di bawah serangan  panah dari bukit sebelah, lambat laun terlihat meski kalah jumlah namun prajurit tora-tora memang prajurit yang tangguh dan lebih berpengalaman, akhirnya Senopati dan pasukannya berhasil mendesak mundur pasukan gabungan dua kadipaten terluar kerajaan Hidethosi.
Sementara tanpa diduga, terdengar kericuhan dan kegaduhan dari prajurit gabungan dua kadipaten Hidethosi yang berada di sebelah bukit yang sedang membantu menyerang tora-tora yang dipimpin Senopati Shincei, serangan panah ke prajurit tora-tora benar-benar terhenti, justru mereka seakan didesak sambil melawan dan bergerak mundur ke bibir bukit. Tiba-tiba terdengar teriakan bersahutan” hidup tora-tora.... hidup tora-tora”, Sambil mengatur serangan merangsak lawan Senopati melihat kebukit sebelah, Dia bertanya-tanya pasukan darimana kiranya yang membantu pasukanya menyerang pasukan gabungan dua kadipaten dan berhasil mendesaknya pula, sekilas lihat ada pasukan nagapuspa, namun disebelahnya senopati melihat seorang prajurit dengan seragam berpangkat panji dari kesatuan cokro kelopo bergerak bagaikan bayangan menghajar pertahanan lawan, siapa dia..? disisi lain Senopati juga melihat dengan yakin seorang prajurit iwo alit berpangkat lurah bergerak bagaikan baling-baling. Senopati tersenyum senang pasti sebentar lagi 2 pasukan kadipaten akan dapat dihancurkannya, namun Dia juga berpikir kenapa 3 pasukan sahabatnya dalam waktu singkat ada disini ? apakah  panglima Nuro Kuso mitro merubah siasat tanpa memberitahunya.....nda mungkin, pikiran itu ditepisnya sendiri.
Senja mulai menapak, langit merah menaungi bukit soreang yang kelihatan mengerikan, pasukan penghadang akhirnya mundur tanpa sempat membawa teman-temanya yang terluka, Senopati Shincei Domiri memerintahkan jangan dikejar, karena justru akan membahayakan pasukan sendiri yang kurang mengenal medan apalagi gelap mulai menjelang, Dia memerintahkan untuk mengurus yang terluka meski itu prajurit lawan. Menyalakan api unggun dan membuat perkemahan sementara.
Ketika Senopati sedang duduk di depan perapian menghadaplah tiga orang prajurit dari kesatuan berbeda menghadap dan memberikan laporannya, Lapor Senopati hamba Panji Rahman dari Cokro Kelopo, hamba beserta 100 orang prajurit dipilih Senopati Shineochi Mung-Yadi atas perintah panglima Nuro untuk bergabung dengan pasukan Tora-tora, Hamba Panji Bagas dari Naga puspa beserta 100 orang prajurit dipilih Senopati Nobuno Jill Karise atas perintah panglima Nuro bergabung dengan pasukan tora-tora senopati, dan hamba Lurah Suwandana dari Iwo alit beserta 100 orang prajurit dipilih Senopati Hamini atas perintah panglima Nuro bergabung dengan Tora-tora. Senopati mengangguk-angguk dan berkata, Gusti panglima Nuro Kuso Mitro memang waskita dan bijaksana bisa melihat dengan jernih dan tepat. Pasukan Tora-tora memang hanya berjumlah 1.700 pasukan sementara pasukan Cokrokelopo, Nagapuspa dan Iwo alit masing-masing berjumlah 2.100 prajurit, mungkin panglima melihat untuk keseimbangan sehingga mengirim 300 pasukan tambahan dari kesatuan berbeda.
Selanjutnya Senopati berkata “Pasukanku mengucapkan terimahkasih kepada kalian atas bantuanya, selamat bergabung dengan pasukan tora-tora. Musuh sudah mengetahui kedatangan kita, mereka pasti akan menghadang dengan pasukan dua kali lipat atau mungkin tiga kali lipat, maka kita harus lebih waspada.“Siap Senopati” jawab mereka bertiga serempak, sementara Lurah listia yang dianugrahi pangkat baru menjadi Panji,
          Bersambung............................Ikuti seri selanjutnya (bagian ke 5- Pasukan Nagapuspa melabrak sayap Hidethosi)
Dan menerima surat kekancingan kenaikan pangkatnya dari Prabu Hareno Paksi Jalawibowo raja kerajaan Loringpraja, yang dibawa oleh Panji Bagas, melaporkan kenaikan pangkatnya pada Senopati Shincei.
Sementara itu iring-iringan pasukan induk Loringpraja dimana panglima Nuro dan pasukan Nagapuspa berada telah sampai ditapal batas Hidethosi sebelah selatan. Telik sandi yang berjalan sekitar seribu tombak didepan pasukan induk melaporkan bahwa 2 kadipaten terluar hidethosi telah mengungsi. Panglima Nuro memerintahkan pasukan berkemah di Kadipaten kedua dan mencari hubungan dengan tiga pasukan yang telah mendahului yaitu Tora-Tora, Cokro Kelopo dan Iwo alit. Dalam pada itu untuk menjamin lancarnya dan keberhasilan menghancurkan Hidethosi, raja Loringpraja Prabu Hareno Paksi Jalawibowo memerintahkan dua dharma putra dari lima darma putra kerajaan untuk menyertai panglima Nuro. Dharma putra selain sebagai pelindung raja karena kesaktiannya mereka bisa disebut guru negara karena keseniorannya. Adapun dharma putra yang menyertai panglima Nuro saat itu adalah Tumenggung Nobuchi Sung Nato yang saat masih malam melintang di dunia persilatan bergelar Pendekar Pekik Halilintar, suaranya tanpa menggunakan ilmu saja keras apalagi bila menggunakan pekiknya maka orang biasa dari jarak 100 meter bisa pingsan karenanya.
Sedangkan dharma putra kedua yang menyertai ketika masih di dunia kongkouw bergelar Bubeng Lojin (yang jarang keluar dari tempat persemediannya, dia dulunya adalah murid seorang mpu sakti tiada tanding bergelar Pendekar Randugunting). Bubeng Lojin yang masa mudanya disebut Handi Hangjis terkenal dermawan, suka menolong sesama dan pendekar pembela kebenaran yang tak pernah minta imbalan bahkan ketika ditanya siapa namanya, dia tidak mau menyebutkan namanya maka orang-orang menyebutnya pendekar tak bernama (Bubeng Lojin).
Sementara itu menjelang dini hari datang dua teliksandi berkuda penghubung yang memberitahukan posisi ketiga pasukan kerajaan Loringpraja yaitu Cokro Kelopo, Tora-Tora dan Iwo Alit yang telah melewati 3-4 kadipaten yang artinya sekitar berjarak satu kadipaten lagi akan langsung berhadapan dengan benteng Hidethosi. Mendengar laporan itu, panglima Nuro bergerak cepat disertai Nobuno (Senopati Naga Puspa),Bubeng Lojin dan Pekik Halilintar berunding mengatur siasat. Dalam pada itu senopati Naga Puspa diperintahkan untuk menyusuri seluruh jalan yang akan dilewati pasukan induk sampai Hidethosi diikuti satu regu pasukan khusus, barisan lima unsur dan diawasi Bubeng Lojin. Iring-iringan Senopati berjalan lancar namun mendekati kadipaten terakhir sebelum benteng Hidethosi, maka iring-iringan itu terkejut karena ternyata di seberang sungai telah berjajar pasukan yang cukup besar Hidethosi yang sedang berkemah. Ketika iring-iringan Senopati menyisir sungai ke arah utara pasukan senopati terlihat oleh lima prajurit Hidethosi dan prajurit itu langsung lari sambil berteriak kembali ke kemahnya maka gemparlah pasukan Hidethosi yang sebagian besar masih terlelap tidur nyenyak. Karena sudah terlanjur akhirnya Senopati dan pasukannya langsung menggempur pasukan di perkemahan dengan serangan dadakan, maka terjadilah benturan dua kekuatan. Senopati dan pasukannya menggempur langsung sehingga banyak sekali pasukan yang baru bangun terkulai di ujung-ujung senjata pasukan Senopati. Meskipun pasukan lawan 3 kali lebih besar jumlahnya namun karena mereka belum siap, tanpa gelar pasukan akhirnya dengan mudah diobrak-abrik oleh pasukan khusus, dan barisan lima unsur Naga Puspa serta membakar perkemahan sayap Hidethosi yang mengawal benteng sebelah selatan. Pasukan lawan yang sebagian lari kocar-kacir menuju Hidethosi. Senopati kembali mengumpulkan pasukannya. Namun, sebelum dia bergerak kembali ke induk pasukan panglima Nuro terdengar suara tertawa yang sangat memekakkan telinga namun tidak terlihat orangnya. Tiba-tiba sesosok bayangan melayang dan berdiri menghadang pasukan senopati.
Secara tiba-tiba orang tersebut mengibaskan selendangnya maka saat itu timbullah angin yang sangat besar sehingga pasukan khusus tidak kuat menahannya dan bergelimpangan jatuh. Hanya senopati Nobuno, seorang panji dari pasukan khusus dan seorang lurah dari barisan lima unsur yang masih bisa berdiri kokoh menahan hempasan angin. Senopati langsung menghunus pedangnya, dan berkata” Hai manusia jelek yang sombong, yang tidak sopan minggir dari hadapan pasukanku...”. Orang itu menjawab “ Ha...ha...ha... mana pasukanmu wong saya hanya melihat 3 tikus saja yang berdiri dengan 2 kaki ha..ha..ha.., maka pertempuran antara senopati dengan orang yang kelihatan kosen itu tak dapat dielakan, orang itu jelas memiliki kelebihan tenaga dalam dibanding Senopati Nobuna yang masih muda, namun Senopati memiliki kelebihan dengan gerak yang lincah dan cepat, setiap orang tua itu menyerang dengan tenaga dalam maka dengan lincahnya Senopati yang perpengalaman ini melompat menghindar, memang dahsyat akibat pukulan itu, pohon yang terkena menjadi rekah dan tumbang, sementara tanah menjadi menganga berlubang, pertemuran dua orang sakti itu terus berlangsung’ Senopati berpikir seandainya dia terus menghindar maka pertempuran bisa berjalan seharian, dia tidak mau menanggung pasukannya yang pada terluka tadi diserang balik oleh Hidethosi maka Senopati mengambil keputusan...
Mumpung tenaganya masih segar ia bersiap-siap menggempur menyerang dengan ilmu puncaknya, Senopati melompat jauh ke belakang, menyimpan pedangnya dan dengan posisi tegak kaki sedikit terbuka dan tangan menyatu di depan kepala seolah menyembah..... itulah ilmu geger bukit warisan Ki Hajar Karangpandan dari Telomoyo, seumur-umur baru kali kedua ini Senopati menggunakanya.....dengan teriakan yang keras tubuh senopati tiba-tiba meluncur deras kedepan....orang tua jubah unggu ddidepanya sedikit terkejut diapun memapaki dengan dua tangan serangan dahsyat itu....terjadilah suara benturan yang keras....duar...Senopati terdorong kebelakang 5 langkah, di ujung bibirnya terlihat darah segar, senopati segera duduk bersila bersemedi mengatur dan mengobati diri sendiri dengan tenaga dalam, dua orang yaitu panji dan lurahnya langsung mencabut pedang dan berlari serta berdiri didepan membelakangi senopati, seolah melindungi apabila terjadi serangan dari orang tua itu.
Namun sebenarnya itu tidak perlu karena akibat benturan tadi ternyata melemparkan orang tua jubah unggu muntah darah dan dadanya gosong langsung ke akherat. Namun dalam pada itu tiba-tiba bergerak sesosok bayangan yang sama lincahnya kembali menggerakan selendangnya dan timbulah angin yang sangat besar. Namun sebelum semuanya terlambat datanglah Dharma putra Hang di Hajis memapaki serangan itu hebatnya orang yang menyerang itu terlempar muntah darah sementara Dharma putra Hang di Hajis tetap berdiri hanya terdorong dua langkah, Dharma putra menyuruh semua pasukan untuk bersiap-siap kembali ke pasukan induk, sementara Senopati telah bangun dari semedinya , dia kelihatan lebih segar dari sebelumnya......
     BERSAMBUNG..............................................................Ikuti seri terakhir berikutnya. Seri 6-7-8. (puncak pertempuran,...., Empat Senopati Kerajaan Loring Praja Mengamuk)

0 komentar:

Posting Komentar