Kamis, 17 Oktober 2013

Strategi Pengelolaan PAUD


STRATEGI PENGELOLAAN PENDIDIKAN
ANAK USIA DINI DALAM ERA GLOBALISASI
DAN STANDARISASI PENDIDIKAN
BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang Masalah



Salah satu upaya memaksimalkan bakat, potensi, kecerdasan, dan kreativitas anak ialah dengan menyertakannya dalam kegiatan sekolah usia dini atau PAUD ( Pendidikan Anak Usia Dini ). Sedini mungkin anak diasah untuk bersikap disiplin, bertanggung jawab, berjiwa sosial, kreatif, inovaif, penuh dedikasi, menjalankan program dll. Dengan metode yang tepat, kurikulum bagus dan lembaga bonafid niscaya anak akan lebih mampu bekembang pesat dibanding mereka yang tidak diasah melalui program PAUD tersebut.
Namun tidak semua lembaga penyelenggara PAUD mulai jenjang PreSchool, Play Group, dan TK mampu menyediakan metode, sarana, dan fasilitas penunjang kesuksesan pendidikan usia dini tersebut. Untuk itulah, para orang tua harus mampu menentukan secara strategis lembaga yang dipilihnya. Demikian pula para penyelenggara harus mampu memperbaiki segala kekurangan yang menghambat tujuan utama PAUD tersebut karena anak-anak usia dini yang identik dengan kegiatan bermain menjadi fase yang sangat menentukan perjalanan hidup manusia. Sehingga, merencanakan dan melaksanakan pendidikan pada usia dini ini menjadi sebuah keniscayaan yang tidak boleh disepelekan dan ditelantarkan.
Jika hal ini tidak diperhatikan, masa depan kualitas generasi penerus bangsa akan semakin mundur, kalah jauh dibanding negara-negara lain yang selalu sigap dan cepat mempersiapkan kader-kader andalnya di era kompetisi global sekarang. Negara ini tidak boleh lagi kecolongan dan ketinggalan. Pendidikan anak usia dini harus segera didirikan dan dikelola secara profesional di seluruh pelosok negeri ini.
Pemberlakuan UU Republik Indonesia No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional dan Peraturan Pemerintah No. 19 tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan menuntut cara pandang yang berbeda tentang pengembangan dan pelaksanaan kurikulum. Dulu, pengembangan kurikulum dilakukan oleh pusat dalam hal ini Pusat Kurikulum sedangkan pelaksanaannya dilakukan oleh satuan pendidikan. Pengembangan kurikulum yang dilakukan langsung oleh satuan pendidikan memberikan harapan tidak ada lagi permasalahan berkenaan dengan pelaksanaannya. Hal ini karena penyusunan kurikulum satuan pendidikan seharusnya telah mempertimbangkan segala potensi dan keterbatasan yang ada.
PAUD ini menjadi solusi terbaik pembentukan moral, agama, emosi, sosial, dan spirit kompetisi. Dengan PAUD, fase perkembangan anak akan berjalan secara fungsional dan produktif sehingga membentuk karakter yang kuat, kokoh dan progresif. Dalam rangka memenuhi kebutuhan pendidikan anak usia dini, pemerintah sudah mengembangkan Kurikulum PAUD dan perangkatnya yang dijadikan acuan bagi penyelenggaraan PAUD. Kurikulum PAUD hendaknya disusun berdasarkan landasan teoritik, yuridis, dan empiric. Hingga saat ini belum ditetapkan Standar Nasional Pendidikan untuk PAUD sebagai acuan penyusunan KTSP. Untuk itu perlu disusun naskah akademik kajian kebijakan kurikulum PAUD. Penyusunan naskah akademik kajian kebijakan kurikulum PAUD bertujuan untuk memberikan landasan teoritik (keilmuan) dan empirik bagi perumus kebijakan dan penyelenggara PAUD pada berbagai kelembagaan. Hasil kajian ini diharapkan dapat menjadi kerangka acuan secara konseptual akademik dalam mengembangkan Standar Nasional Pendidikan (SNP) terutama Standar Kompetensi Lulusan (untuk PAUD disebut Standar Kompetensi Akhir Usia) dan Standar Isi Perkembangan (SIP).

B.    Rumusan Masalah

Dalam penyusunan makalah ini, rumusan masalah yang diajukan adalah:
•Bagaimana sistem kelembagaan pada PAUD ?
•Bagaimana metode pengajaran ?
•Bagaimana kurikulum yang dipakai ?



BAB II
PEMBAHASAN

A.    Kelembagaan

Mengelola pendidikan bukanlah mengelola sebuah tempat usaha barang, melainkan mengelola sumber daya manusia yang memiliki keunikan-keunikan masingmasing. Untuk itu,dibutuhkan formula yang tepat dalam mengatur segala permasalahan manejemen pendidikan anak usia dini (PAUD). Ada beberapa model penataan kelembagaan yang konvensional. Karena iu kita harus mencari model yang paling tepat agar PAUD bisa berkembang dengan baik. Model manejemen kelembagaan tersebut antara lain adalah sebagai berikut :
•Pengelolaan PAUD selama ini terlalu banyak seninya dibanding dengan ilmunya sehingga gaya manejemen yang dilakukan lebih bersifat trial and error.
•Penerapan manajemen “gotong royong “ artinya semua orang melakukan semua pekerjaan. Tidak ada pembagian kerja yang tegas dan jelas. Sehingga proses manajemen tidak berlangsung secara efektif dan efisien. Bahkan sering terjadi benturan antara satu unit dengan unit lainnya. Inilah yang menyebabkan pendayagunaan sumber daya organisasi tidak secara sinergis dan banyak pemborosan. Dalam hal ini yang terjadi adalah sama-sama bekerja bukan kerja sama.
•Gaya manajemen tukang cukur yaitu satu orang melakukan semua pekerjaan, mulai dari membuka kios, menyapu, memotong rambut, menutup kios dan mengelola keuangan sekaligus. Dalam organisasi banyak orang yang merasa dirinya mampu dalam segala hal dan tidak memberikan porsi pekerjaan kepada orang lain. Akibatnya organisasi yang semestinya dapat menjalankan beban pekerjaan yang lebih banyak justru tidak dapat melakukan pekerjaan karena tersentralisasi di tangan beberapa orang saja sedang yang lain justru kurang pekerjaan.
•Penerapan Budaya sungkan (segan) menegur kesalahan teman dan budaya marah kalau ditegur teman membuat organisasi berjalan tak tentu arah, sehingga tidak bisa mencapai tujuan yang dikehendaki.
Empat model manajemen tersebut memiliki banyak kekurangan. Tidak ada aspek struktural, job description, koordinasi, evaluasi dan proyeksi ke depan. Dalam konteks ini dibutuhkan model manajemen yang lebih dinamis, progresif, dan mempunyai unsur pemberdayaan dan penguatan. Disinilah pentingnya manajemen partisipatif yang mengedepankan kolektivitas, teamwork, soliditas dan kualitas kinerja.
B.    Metode Pengajaran

Mengajar anak usia dini membutuhkan metodologi yang unik dan kreatif. Disinilah signifikansi dan urgensi peran seorang guru dalam mendidik dan menggali potensi anak didik. Pendidik harus memiliki kualifikasi akademik dan kompetensi sebagai agen pembelajaran, sehat jasmani dan rohani, serta memiliki kemampuan untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional. Dalam pasal 29, pendidik pada pendidikan anak usia dini harus diploma (D-IV) atau sarjana (S1) latar belakang pendidikan tinggi di bidang pendidikan anak usia dini,kependidikan lain, atau psikologi dan sertifikat profesi guru untuk PAUD. Kualitas pendidik sangat menentukan hasil pembelajaran yang dicapai. Kegagalan dan kesuksesan pendidikan sangat dipengaruhi oleh kualitas tenaga pengajar yang menguasai materi, metodologi pengajaran dan skills yang profesional.
Tahapan mengajar anak usia dini
Walaupun pendidikan berlangsung sepanjang hayat namun menurut Maria Montessori, enam tahun pertama masa anak adalah jangka waktu yang paling penting bagi perkembangannya. Tahun prasekolah menjadi masa anak membina kepribadian mereka. Karenanya setiap usaha yang di rancang untuk mengembangkan minat dan potensi anak harus dilakukan pada awal ini untuk membimbing anak menjadi diri mereka dengan segala kelebihannya. Orang tua dan pendidik harus dapat membantu anak menyadari dan merealisasikan potensi anak untuk menimba ilmu pengetahuan, bakat, dan kepribadian yang utuh.
Ada beberapa metode pengajaran yang layak dipertimbangkan untuk mencapai hasil maksimal dalam pengajaran anak usia dini yaitu :
 Metode Global (Ganze Method)
Anak belajar membuat suatu kesimpulan dengan kalimatnya sendiri. Contohnya ketika membaca buku, minta anak menceritakan kembali dengan rangkaian katanya sendiri. Sehingga informasi yang anak peroleh dari hasil belajar sendiri akan dapat diserap lebih lama. Dengan demikian anak akan terlatih berpikir kreatif dan berinisiatif.
 Metode Percobaan (Experimental method)
Metode pengajaran ini mendorong dan memberi kesempatan anak melakukan percobaan sendiri. Terdapat tiga tahapan yang dilakukan anak untuk memudahkan masuknya informasi yaitu mendengar, menulis atau menggambar lalu melihat dan melakukan percobaan sendiri. Misalnya anak belajar tentang tanaman pisang, lalu belajar
menanamnya.
 Metode Learning by doing
Menurut Nazhori Author, sabda Rasulullah yang berbunyi “ sholatlah kamu seperti kamu lihat aku sholat “ adalah sebuah bukti bahwa proses belajar mengajar sudah berlangsung sejak zaman Rasulullah sebagai fondasi awal dalam pendidikan Islam. Sabda tersebut juga mengandung unsur pedagogis dimana bahasa nonverbal yang disampaikan Rasulullah sampai saat ini masih menjadi bumbu penyedap dalam melengkapi meteode pengajaran. Artinya bahasa nonverbal memegang peranan dalam proses belajar mengajar.
 Metode Home Schooling Group
Rumah merupakan lingkungan terdekat anak dan tempat belajar yang paling baik buat anak. Di rumah, anak bisa belajar selaras dengan keinginannya sendiri. Ia tak perlu duduk menunggu sampai bel berbunyi, tidak perlu harus bersaing dengan anak-anak yang lain, tidak perlu harus ketakutan menjawab salah di depan kelas dan bisa langsung mendapatkan penghargaan atau pembetulan jika membuat kesalahan. Disinilah peran ibu menjadi sangat penting karena tugas utama ibu adalah pengatur rumah tangga dan pendidik anak. Di dalam rumah banyak sekali sarana-sarana yang bisa dipakai untuk pembelajaran anak. Anak dapat belajar banyak sekali konsep tentang benda, warna, bentuk dan sebagainya sembari ibu memasak di dapur
 Pembelajaran Bilingual
Satu pertanyaan yang muncul sebagai tanggapan terhadap kecenderungan pengajaran bahasa inggris pada anak-anak adalah sebagai berikut “ sudah perlukah bahasa inggris diajarkan pada anak-anak ?” Pertanyaan ini tampaknya mudah diajukan. Jawaban terhadap pertanyaan ini bisa sederhana namun bisa juga memerlukan penjelasan panjang lebar, bahkan pertanyaan yang sederhana tersebut dapat memunculkan kontroversi yang berkepanjangan. Setidaknya ada tiga alasan mengapa anak-anak perlu mempelajari bahasa inggris pada usia dini.
Alasan pertama adalah tuntutan pragmatis. Tidak dapat dipungkiri bahwa saat ini tembok pembatas geografis antar wilayah atau bahkan antar negara sudah mulai runtuh, berguguran satu persatu akibat globalisasi. Perkembangan teknologi komunikasi dan informasi tampaknya merupakan salah satu faktor yang bertanggung jawab atas semakin terbukanya hubungan antar manusia pada era global ini. Dampak yang segera kita amati dengan runtuhnya tembok pembatas tersebut ialah semakin mudahnya satu individu, bahkan antar bangsa di tempat yang berbeda dan berada di belahan dunia yang lain berhubungan dengan individu lainnya pada waktu yang sesungguhnya (real time).
Alasan kedua merujuk pada alasan legal formal dan kesepakatan internasional. Undang-undang Dasar 1945 memberikan amanar kepada pemerintah untuk mencerdaskan kehidupan bangsa. UU No 23 Tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional menegaskan bahwa setiap anak berhak mendapatkan pendidikan dan pengajaran guna pengembangan kepribadiannya dan kecerdasannya sesuai dengan minat dan bakatnya.
Alasan yang ketiga adalah konseptual. Brumfit (1991 : 11-12) menyatakan argumentasinya terkait dengan faktor usia muda bahwa tidak ada alasan kuat dalam pembelajaran anak-anak untuk tidak mengajarkan bahasa kedua pada mereka. Setidaknya ada empat faktor yang ia rujuk untuk mendasari argumentasinya tersebut. Tiga faktor pertama tampaknya elevan untuk dibahas. Faktor pertama adalah proses pematangan. Proses pematangan ini tampaknya lebih berpihak pada pembelajar bahasa usia muda seorang anak belajar bahasa semakin mudah ia akan menguasai bahasa tersebut. Faktor kedua yang berperan penting pada anak-anak dalam mempelajari bahasa adalah emosi dan perasaan. Faktor ketiga adalah lingkungan. Anak-anak cenderung memiliki peluang yang lebih baik dalam mengintegrasikan kebutuhan komunikasi yang sesungguhnya dengan pengalaman kebahasaan barunya. Maksudnya dalam usia yang ditandai dengan eksplorasi terhadap lingkungannya, anak-anak lebih memiliki peluang yang lebih baik dalam menggunakan bahasa secara alami untuk mempresentasikan pemahamannya terhadap lingkungannya. Oleh karena itu kebutuhan berkomunikasi anak-anak dengan dengan menggunakan bahasa dalam lingkungan sekitarnya lebih terakomodasi secara luas dan alami.
C.    Kurikulum

Kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi dan bahan belajar serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu. Kurikulum adalah inti sebuah lembaga pendidikan. Kurikulum yang benar akan menghasilkan pengajaran dan kegiatan yang terpadu dan holistik yang mengarah kepada visi dan misi lembaga pendidikan yang dicanangkan. Disinilah pentingnya menyusun kurikulum yang visioner dan prospektif.   Sehubungan dengan ciri-ciri di atas, tugas perkembangan yang di emban anak-anak adalah sebagai berikut :
 Belajar keterampilan fisik yang diperlukan untuk bermain
 Membangun sikap yang sehat terhadap diri sendiri
 Belajar menyesuaikan diri dengan teman sebayanya
 Mengembangkan peran sosial sebagai lelaki atau perempuan
 Mengembangkan pengertian-pengertian yang diperlukan dalam hidup sehari-hari
 Mengembangkan hati nurani penghayatan moral, dan sopan santun
 Mengembangkan keterampilan dasar untuk membaca, menulis, matematika dan berhitung
 Mengembangkan diri untuk mencapai kemerdekaan diri
Dalam pengembangan kurikulum ada beberapa prinsip yang harus diperhatikan :
Bersifat komprehensif. Kurikulum harus menyediakan pengalaman belajar yang meningkatkan pekembangan anak secara menyeluruh dalam berbagai aspek perkembangan
 Dikembangkan atas dasar pekembangan secara bertahap.Kurikulum harus menyediakan berbagai kegiatan dan interaksi yang tepat didasarkan pada usia dan tahapan perkembangan setiap anak
 Melibatkan orang tua sebagai pendidik utama bagi anak
 Melayani kebutuhan individu anak
 Merefleksikan kebutuhan dan nilai masyarakat
 Mengembangkan standar kompetensi anak
 Mewadahi layanan anak yang memiliki kebutuhan khusus
 Menjalin kemitraan dengan keluarga dan masyarakat
 Memperhatikan kesehatan dan keselamatan anak
 Menjabarkan prosedur pengelolaan lembaga
 Memanejemen sumber daya manusia
 Penyediaan sarana dan prasarana
Komponen Kurikulum
            a. Anak
Sasaran layanan pendidikan anak usia dini adalah anak yang berada pada rentang usia 0-6 tahun. Pengelompokkan anak didasarkan pada usia sebagai berikut :
1. 0-1 tahun
2. 1-2 tahun
3. 2-3 tahun
4. 3-4 tahun
5. 4-5 tahun
6. 5-6 tahun


            b. Pendidik
Kompetensi pendidik anak usia dini memiliki kualifikasi akademik sekurangkurangnya Diploma Empat (D-IV) atau sarjana (S-1) di bidang pendidikan anak usia dini, kependidikan lain, atau psikologi dan memiliki sertifikasi profesi guru PAUD atau sekurang-kurangnya telah mendapatkan pelatihan pendidikan anak usia dini. Adapun rasio pendidik dan anak adalah sebagai berikut :
1. Usia 0-1 tahun rasio 1:3 anak
2. Usia 1-3 tahun rasio 1:6 anak
3. Usia 3-4 tahun rasio 1:8 anak
4. Usia 4-6 tahun rasio 1:10/12 anak
            c. Pembelajaran
Pembelajaran dilakukan melalui kegiatan bermain yang dipersiapkan oleh pendidik dengan menyiapkan materi (content) dan proses belajar. Materi belajar bagi anak usia dini dibagi dalam dua kelompok usia. Materi usia lahir sampai 3 tahun meliputi :
1. Pengenalan diri sendiri (perkembangan konsep diri)
2. Pengenalan perasaan (perkembangan emosi)
3. Pengenalan tentang orang lain (perkembangan sosial)
4. Pengenalan berbagai gerak (perkembangan fisik)
5. Mengembangkan komunikasi (perkembangan bahasa)
6. Keterampilan berpikir (perkembangan kognitif)
d. Penilaian (Assessment)
Assessment adalah proses pengumpulan data, dokumentasi belajar, dan perkembangan anak. Assessment dilakukan melalui observasi , konferensi dengan para guru, survei, wawancara dengan orang tua, hasil kerja anak dan unjuk kerja. Keseluruhan penilaian dapat dibuat dalam bentuk portofolio.
e. Pengelolaan Pembelajaran
Lembaga pendidikan anak usia dini dilaksanakan sesuai satuan pendidikan masing-masing. Jumlah hari dan jam layanan antara lain sebagai berikut :
•Taman Penitipan Anak (TPA) dilaksanakan 3-5 hari dengan jam layanan minimal 6 jam. Minimal layanan dalam satu tahun 144-160 hari atau 32-3 minggu
•Kelompok Bermain (KB) dilaksanakan setiap hari atau minimal 3 kali seminggu dengan jumlah jam minimal 3 jam. Minimal layanan dalam satu tahun 144-hari 32-34 minggu
•Satuan PAUD sejenis (SPS) dilaksanakan minimal satu minggu sekali dengan jam layanan minimal 2 jam.
•Taman Kanak-kanak (TK) dilaksanakan minimal 5 hari setiap minggu dengan jam layanan minimal 2,5 jam.
f. Melibatkan Peran Masyarakat
Pelaksanaan pendidikan anak usia dini hendaknya dapat melibatkan seluruh komponen masyarakat. Penyelenggaraan pendidikan anak usai dini dapat dilakukan oleh swasta dan pemerintah, yayasan maupun perorangan.
Penilaian/Evaluasi
Evaluasi / penilaian adalah suatu analisis yang sistematis untuk melihat efektivitas program yang diberikan dan pengaruh program tersebut terhadap anak. Penilaian kurikulum dilakukan secara berkala dan berkesinambungan oleh pemerintah pusat maupun daerah. Penilaian kurikulum dimaksudkan untuk mengetahui sejauh mana kurikulum dilaksanakan dan kesesuainnya dengan kerangka dasar fungsi dan tujuan pendidikan nasional serta kesesuaian dengan tuntutan perkembangan yang terjadi di masyarakat. Hasil penilaian kurikulum digunakan untuk menyempurnakan pelaksanaan dan mengembangkan kurikulum selanjutnya.
Kurikulum dan pengembangannya, sebagaimana keterangan di atas, harus dijadikan standar pembelajaran PAUD agar ada standar minimal kualitas yang dicapai. Adapun dinamisasi dan optimalisasi menuju akselerasi kualitas sangat ditentukan oleh profesionalitas manajemen yang mengandalkan ide-ide progresif dari struktur yang diisi kader-kader berkualitas.
Dokumen PAUD yang berkaitan dengan Kurikulum 2004 Standar Kompetensi, Pedoman Pengembangan Silabus, Pedoman Pembelajaran dan Pedoman Penilaian banyak digunakan di lembaga PAUD formal (TK/RA) sedangkan Menu Pembelajaran Generik digunakan di lembaga PAUD non formal (Kelompok Bermain dan Taman Penitipan Anak). Persoalan dasarnya dokumen tersebut dibuat oleh banyak Tim dari berbagai otoritas seperti Puskur, Direktorat TK-SD serta Direktorat PAUD. Sebagai akibatnya banyak hal yang berbeda dari berbagai dokumen tersebut untuk aspek yang sama. Perbedaan tesebut terjadi karena belum adanya ”blueprint” yang sama yang menjadi acuan bersama pengembangan PAUD di Indonesia.
Untuk itu diperlukan suatu kerjasama antar otoritas tersebut (Puskur, Direktorat PAUD, Direktorat TK-SD, Direktorat Dikti, serta Direktorat Mapenda) untuk menyusun suatu dokumen ”INDUK” pengembangan PAUD di Indonesia yang menjadi dasar bersama seluruh institusi pengembangan PAUD dan Pendidikan Guru-PAUD. Buku ”INDUK” tersebut tentu dilandasi oleh berbagai acuan dasar seperti filosofi pengembangan manusia Indonesia seutuhnya sebagaimana termaktub dalam GBHN, hasil-hasil penelitian tentang perkembangan anak Indonesia di berbagai aspek perkembangan, serta analisis kondisional PAUD di Indonesia.
Dokumen PAUD yang banyak jumlahnya tersebut berbeda-beda karena mangacu pada referensi yang berbeda-beda. Oleh karena itu, perlu ada keseragaman acuan, khususnya tentang bidang pengembangan anak usia dini di Indonesia. Diperlukan penelitian tentang perkembangan anak Indonesia pada umumnya dan tiap daerah dan suku khususnya agar PAUD memiliki acuan yang lebih sesuai dengan perkembangan anak Indonesia. Kesalahan dalam penentuan perkembangan anak Indonesia menyebabkan standar kompetensi dan kompetensi dasar yang disusun tidak valid karena tidak sesuai dengan kondisi riil anak Indonesia.
Penentuan Standar Kompetensi Akhir Usia (SKAU) di PAUD yang sepadan dengan Standar Kompetensi Lulusan (SKL) selain didasarkan hasil penelitian perkembangan anak Indonesia juga sebaiknya dibuat secara utuh mulai lahir sampai 8 tahun, sehingga ada benang merah atau kesinambungan kompetensi antara PAUD (TPA, KB, dan TK/RA) dengan kelas 1, 2, dan 3 Sekolah Dasar. Untuk itu perlu kerjasama antara Direktorat PAUD, Direktorat TK-SD, dan Puskur dalam mewujudkan hal tersebut.
     Banyak guru dan lembaga PAUD formal (TK/RA) dan PAUD non formal(TPA dan KB) tidak menerima dan mempelajari berkas Kurikulum secara utuh. Ada yang hanya memperoleh Kurikulum (Standar Kompetensi) saja, Pedoman Pengembangan Silabus saja, atau Pedoman Penilaian saja. Sebagai akibatnya pemahaman akan kurikulum bersifat parsial. Di samping itu naskah dan perubahan kurikulum beserta perangkat untuk implementasinya memerlukan penjelasan lebih lanjut melalui sosialisasi kepada lembaga dan guru PAUD. Sebagai akibatnya, banyaknya naskah PAUD menimbulkan kebingungan bagi para guru. Untuk itu, naskah yang ada perlu disertai penjelasan dancontoh yang konkrit di samping adanya program sosialisasi.
Dalam penyusunan dan pengembangan panduan KTSP PAUD perlu menelusuri berbagai pedoman dan referensi pendukung, terutama landasan akademik yang dijadikan acuan. Beberapa dokumen yang dimaksud adalah GBPKB TK, Standar Kompetensi TK/RA, Acuan Menu Pembelajaran dan Kerangka Dasar Kurikulum PAUD. Berdasarkan kajian tersebut dapat disusun dan dikembangkan Standar Kompetensi Akhir Usia PAUD (SKAU PAUD), Standar Isi (Standar Isi Perkembangan PAUD), Standar Proses, Standar Penilaian dan Standar lainnya.

BAB III
KESIMPULAN DAN SARAN

A.    Kesimpulan

Salah satu upaya memaksimalkan bakat, potensi, kecerdasan, dan kreativitas anak ialah dengan menyertakannya dalam kegiatan sekolah usia dini atau PAUD ( Pendidikan Anak Usia Dini ). Sedini mungkin anak diasah untuk bersikap disiplin, bertanggung jawab, berjiwa sosial, kreatif, inovaif, penuh dedikasi, menjalankan program dll. Dengan metode yang tepat, kurikulum bagus dan lembaga bonafid niscaya anak akan lebih mampu bekembang pesat dibanding mereka yang tidak diasah melalui program PAUD tersebut.

B.    Saran

Dalam hal ini penulis menyarankan agar pemerintah meningkatkan perannya dalam pendidikan anak usia dini, baik dari pendanaan, perekrutan tutor yang sesuai dengan kualifikasi maupun membuka ruang seluas-luasnya kepada masayarakat untuk mengembangkan PAUD yang sesuai dengan kondisi dan kebutuhan masyarakatnya.
Dokumen Standar Perkembangan Anak Lahir – 6 Tahun PAUD perlu diperbaikai secara menyeluruh dan disesuaikan dengan naskah akademik (tinjauan teoritik). Disamping juga dokumen pedoman pengembangan silabus untuk PAUD seharusnya menjadi bagian dari dokumen standar proses pembelajaran yang mencakup (1) perencanaan proses pembelajaran, yang meliputi pengembangan tema dan jaringannya, penyusunan silabus pembelajaran dengan menggunakan pendekatan tematik, dan menyusun rencana pelaksanaan pembelajaran, (2) pelaksanaan proses pembelajaran yang disesuaikan dengan acuan pengembangan proses pengembangan yang dilakukan masing-masing satuan pendidikan anak usia dini, (3) Standar proses pembelajaran TK dapat mengakomodasi dokumen pembelajaran di TK dan dokumen perencanaan dan proses pembelajaran di TK.
Dalam jangka panjang maka perlu adanya buku “INDUK” yang merupakan “blueprint” pengembangan pendidikan anak usia dini di Indonesia. Buku ini menjadi acuan bagi semua instansi terkait seperti Direktorat TK SD, Direktorat PAUD, dan Puskur serta Perguruan Tinggi dalam merancang dan mengembangkan PAUD.




DAFTAR PUSTAKA

Asmani , Jamal Ma’mur. 2009. Manajemen Strategis Pendidikan Anak Usia Dini. Jogjakarta : DIVA Press

Baraja, Abu Bakar. 2006 . Mendidik Anak Dengan Teladan. Jakarta : Studia Press

Departeman Pendidikan Nasional (2007). Standar Perkembangan Dasar Pendidikan Anak Usia Dini. Jakarta: Departeman Pendidikan Nasional

Departeman Pendidikan Nasional (2007). Standar Perkembangan Anak Lahir S.D 6 Tahun. Jakarta: Departeman Pendidikan Nasional

Direktorat Pendidikan Anak Dini Usia (2002). Acuan Menu Pembelajaran Pada Pendidikan Anak Dini Usia. Jakarta: Diektorat Jenderal Pendidikan Luar Sekolah Dan Pemuda.






0 komentar:

Posting Komentar