Manajemen Sistem Pembelajaran
1. (Bobot 40%). Manajemen Sistem Pembelajaran berkaitan dengan perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan, dan penilaian pembelajaran.
a. Jelaskan dengan suatu ilustrasi : hakekat sistem pembelajaran
dalam kaitannya dengan peningkatan kualitas pendidikan, baik secara makro, messo, maupun mikro.
Jawab :
Manajemen atau pengelolaan merupakan komponen integral dan tidak dapat dipisahkan dari proses pendidikan secara keseluruhan. Alasannya tanpa manajemen tidak mungkin tujuan pendidikan dapat diwujudkan secara optimal, efetif, dan efisien. Sehingga dalam proses pendidikan, perlu dipahami fungsi-fungsi pokok manajemen, yaitu perencanaan, pelaksanaan, pengawasan, dan pembinaan. Dalam prakteknya keempat fungsi tersebut merupakan suatu proses yang berkesinambungan.
Keempat fungsi tersebut dapat dideskripsikan sebagai berikut. Perencanaan merupakan proses yang sistematis dalam pengambilan keputusan tentang tindakan yang akan dilakukan pada waktu yang akan datang. Perencanaan juga merupakan kumpulan kebijakan yang secara sistematik disusun dan dirumuskan berdasarkan data yang dapat dipertanggungjawabkan serta dapat dipergunakan sebagai pedoman kerja.
Perencanaan pendidikan terdiri atas beberapa jenis, tergantung dari sisi mana dilihatnya. Dari tinjauan tataran dan cakupannya, perencanaan pendidikan ada yang bersifat nasional atau makro, ada pula yang bersifat daerah atau regional, ada juga yang bersifat lokal dan ada pula yang bersifat kelembagaan atau institusional bahkan operasional.
Perencanaan pendidikan pada tingkat nasional mencakup seluruh usaha pendidkan untuk mencerdaskan atau membangun bangsa termasuk seluruh jenjang, jenis, dan isinya. Pembangunan sektor pendidikan di Indonesia diatur dalam perencanaan pendidikan yang bersifat nasional ini.
Perencanaan pendidikan regional adalah perencanaan pada tingkat daerah provinsi dan/atau kabupaten/kota yang mencakup seluruh jenis dan jenjang untuk daerah atau provinsi itu. Pada sisten penyelenggaraan pendidikan di Indonesia mungkin ini dikenal dengan sistem wilayah, bilamana wilayah itu secara operasional mencakup suatu daerah atau provinsi tertentu. Perencanaan pendidikan lokal adalah perencanaan pendidikan yang mencakup berbagai untuk kota atau kabupaten atau satuan wilayah yang lebih terbatas dan tertentu saja.
Perencanaan pendidikan kelembagaan adalah perencanaan pendidikan yang mencakup satu institusi atau lembaga pendidikan tertentu saja, seperti: perencanaan sekolah, atau perencanaan universitas, pusdiklat, dan sebagainya.
Pelaksanaan merupakan kegiatan untuk merealisasikan rencana menjadi tindakan nyata dalam rangka mencapai tujuan secara efektif dan efisien. rencana yang telah disusun akan memiliki nilai jika dilaksanakan dengan efektif dan efisien. Dalam pelaksanaan, setiap organisasi harus memiliki kekuatan yang mantap dan meyakinkan sebab jika tidak kuat, maka proses pendidikan seperti yang diinginkan sulit terealisasi
Pengawasan dapat diartikan sebagai upaya untuk mengamati secara sistematis dan berkesinambungan; merekam; memberi penjelasan, petunjuk, pembinaan, dan meluruskan berbagai hal yang kurang tepat, serta memperbaiki kesalahan. Pengawasan, merupakan kunci keberhasilan dalam keseluruhan proses manajemen, perlu dilihat perlu dilihat secara komprehensif, terpadu, dan tidak terbatas pada hal-hal tertentu.
Pembinaan merupakan rangkaian upaya pengendalian secara profesional semua unsur organisasi agar berfungsi sebagaimana mestinya sehingga rencana untuk mencapai tujuan dapat terlaksana secara efektif dan efisien.
Pelaksanaan manajemen sekolah yang efektif dan efisien menuntut dilaksanakannya keempat fungsi pokok manajemen tersebut secara terpadu dan terintegrasi dalam pengelolaan bidang-bidang kegiatan manajemen pendidikan. Melalui manajemen sekolah yang efektif dan efisien tersebut, diharapkan dapat memberikan konstribusi terhadap peningkatan kualitas pendidkan secara keseluruhan.
Peningkatan kualitas pendidikan bukanlah tugas yang ringan karena tidak hanya berkaitan dengan permasalahan teknis, tetapi mencakup berbagai persoalan yang sangat rumit dan kompleks, baik yang mencakup perencanaan, pendanaan, maupun efisiensi dan efektivitas penyelenggaraan sistem sekolah. Peningkatan kualitas pendidikan juga menuntut manajemen pendidikan yang lebih baik. Sayangnya, selama ini aspek manajemen pendidikan pada berbagai tingkat dan satuan pendidikan belum mendapat perhatian yang serius sehingga seluruh komponen sistem pendidikan kurang berfungsi dengan baik. Lemahnya manajemen pendidikan juga memberikan dampak terhadap efisiensi internal pendidikan yang terlihat dari jumlah peserta didik yang mengulang kelas dan putus sekolah.
Manajemen pendidikan merupakan alternatif stategis untuk meningkatkan kualitas pendidikan. Hasil penelitian Balitbangdikbud (1991) menunjukkan bahwa manajemen sekolah merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi kualitas pendidikan. Manajemen sekolah secara langsung akan mempengaruhi dan menentukan efektif tidaknya kurikulum, berbagai peralatan belajar, waktu mengajar, dan proses pembelajaran. Dengan demikian, upaya peningkatan kualitas pendidikan harus dimulai dengan pembenahan manajemen sekolah, di samping peningkatan kualitas guru dan pengembangan sumber belajar.
Dalam manajemen pendidikan dikenal dua mekanisme pengaturan, yaitu sistem sentralisasi dan desentralisasi. Dalam sistem sentralisasi, segala sesuatu yang berkenaan dengan penyelenggaraan pendidikan diatur secara ketat oleh pemerintah pusat. Sementara dalam sistem desentralisasi, wewenang pengaturan tersebut diserahkan kepada pemerintah daerah. Kedua sistem tersebut dalam prakteknya tidak berlaku secara ekstrem, tetapi merupakan bentuk kontinum; dengan pembagian tugas dan wewenang antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah (lokal). Hal ini juga berlaku dalam manajemen pendidikan di Indonesia, sebagaimana dijelaskan dalam Penjelasan UUSPN 1989 bahwa pendidikan nasional diatur secara terpusat (sentralisasi), namun penyelenggaraan satuan dan kegiatan pendidikan dilaksanakan secara tidak terpusat (desentalisasi). Hal tersebut cukup beralasan karena masing-masing mempunyai kelebihan dan kekurangan sehingga untuk memperoleh manfaat yang sebesar-besarnya dan mengurangi segi-segi negatif, pengelolaan pendidikan tersebut memadukan sistem sentralisasi dan desentalisasi.
Sistem pengaturan yang sentralistik ditujukan untuk menjamin integritas, kesatuan, dan persatuan bangsa. Tilaar dalam Mulyasa (2012: 22) mengemukakan bahwa pendekatan sentralistik mempunyai posisi yang sangat strategis dalam mengembangkan kehidupan serta kohesi nasional karena peserta didiknya adalah kelompok umur yang secara pedagogik sangat peka terhadap pembentukan kepribadian. Dalam jenjang pendidikan inilah dapat diletakkan dasar-dasar yang kokoh bagi ketahanan nasional, apresiasi kebudayaan nasional dan daerah, serta nilai-nilai patriotisme dan cinta tanah air sebagai negara kesatuan. Dalam pelaksanaan manajemen berbasis sekolah, pendekatan sentralistik masih diperlukan, terutama untuk menentukan kurikulum pendidikan nasional dan menetapkan anggaran agar dapat dicapai kesamaan dan pemerataan standar pendidikan di seluruh wilayah tanah air.
Dalam bidang pendidikan, desentralisasi mengandung arti sebagai pelimpahan kekuasaan oleh pusat kepada aparat pengelola pendidikan yang ada di daerah baik pada tingkat provinsi maupun lokal, sebagai perpanjangan aparat pusat untuk meningkatkan efisiensi kerja dalam pengelolaan pendidikan di daerah. Dalam manajemen pendidikan dasar, desentralisasi memang dapat melemahkan tumbuhnya perasaan nasional yang sehat, dapat menimbulkan rasa kedaerahan yang berlebihan, serta akan menjurus kepada isolasi dan pertentangan. Namun, dengan pengakuan dan kesepakatan untuk menjadikan pancasila sebagai satu-satunya asas bangsa dan negara, kecenderungan separatisme dapat dikurangi dan ditekan seminimal mungkin.
Implikasi desentralisasi manajemen pendidikan adalah kewenangan yang lebih besar diberikan kepada kabupaten dan kota untuk mengelola pendidikan sesuai dengan potensi dan kebutuhan daerahnya; perubahan kelembagaan untuk memenuhi kebutihan dan meningkatkan efisiensi serta efektifitas dalam perencanaan dan pelaksanaan pada unit-unit kerja di daerah; kepegawaian yang menyangkut perubahan dan pemberdayaan sumber daya manusia yang menekan kan pada profesionalisme; serta perubahan-perubahan anggaran pembagunan pendidikan (DIP) yang dikelola langsung BKPN (Bappenas) ke kabupaten dalam bentuk block grand sehingga menghilangkan ketakutan dan pengotakan dalam penanganan anggaran (BPPN dan Bank Dunia, 1999).
Desentralisasi pengelolaan sekolah perlu diletakkan dalam rangka mengisi kebhinekaan dalam wadah negara kesatuan yang dijiwai oleh rasa persatuan dan kesatuan bangsa; bukan berdasarkan kepentingan kelompok dan daerah secara sempit. Pelaksanaan desentralisasi dalam pengelolaan sekolah memerlukan kesiapan berbagai perangkat pendukung di daerah. Sedikitnya terdapat 4 hal yang harus dipersiapkan agar pelaksanaan desentralisasi berhasil, yaitu (1) peraturan perundang-undangan yang mengatur desentralisasi pendidikan dari tingkat daerah, provinsi sampai tingkat kelembagaan; (2) pembinaan kemampuan daerah; (3) pembentukan perencanaan unit yang bertanggung jawab untuk menyusun perencanaan pendidikan, dan (4) perangkat sosial, berupa kesiapan masyarakat setempat untuk menerima dan membantu menciptakan iklim yang kondusif bagi pelaksanaan desentralisasi tersebut.
b. Bagaimanakah peran guru dan kepala sekolah profesional dalam peningkatan kualitas pembelajaran.
Jawab :
Guru harus mampu memaknai pembelajaran, serta menjadikan pembelajaran sebagai ajang penbentukan kompetensi dan perbaikan kualitas pribadi peserta didik. Untuk kepentingan tersebut, dengan memperhatikan kajian Pullias dan Young, Manan, serta Yelon and Weinstein (dalam Mulyasa 2012 : 37), dapat diidentifikasikan sedikitnya 19 peran guru, yakni guru sebagai pendidik, pengajar, pembimbing, pelatih, penasehat, pembaharu (inovator), model dan teladan, pribadi, peneliti, pendorong kreativitas, pembangkit pandangan, pekerja rutin, pemindah kemah, pembawa ceritera, aktor, emansipator, evaluator, pengawet dan sebagai kulminator.
A. Guru sebagai Pendidik
Guru adalah pendidik yang menjadi tokoh, panutan dan identifikasi bagi peserta didik dan lingkungannya. Oleh karena itu, guru harus memiliki standar kualitas pribadi tertentu, yang mencakup tanggung jawab, wibawa, mandiri, dan disiplin.
Berkaitan dengan tanggung jawab; guru harus mengetahui, serta memahami nilai, norma moral, dan sosial serta berusaha berperilaku dan berbuat sesuai dengan nilai dan norma tersebut. Guru juga harus bertanggungjawab terhadap segala tindakannya dalam pembelajaran di sekolah, dan dalam kehidupan bermasyarakat.
Berkaitan dengan wibawa; guru harus memiliki kelebihan dalam merealisasikan nilai spiritual, emosional, moral, sosial, dan intelektual dalam pribadinya, serta memiliki kelebihan dalam pemahaman ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni sesuai dengan bidang yang dikembangkan.
Guru juga harus mampu mengambil keputusan secara mandiri terutama dalam berbagai hal yang berkaitan dengan pembelajaran dan pembentukan kompetensi, serta bertindak sesuai dengan kondisi peserta didik, dan lingkungan. Guru harus mampu bertindak dan mengambil keputusan secara cepat, tepat waktu dan tepat sasaran, terutama berkaitan dengan masalah pembelajaran dan peserta didik, tidak menunggu perintah atasan atau kepala sekolah.
Sedangkan disiplin; dimaksudkan bahwa guru harus memenuhi berbagai peraturan dan tata tertib secara konsisten, atas dasar kesadaran profesional, karena mereka bertugas untuk mendisiplinkan para peserta didik di sekolah, terutama dalam pembelajaran. Oleh karena itu dalam menanamkan disiplin guru harus memulai dari dirinya sendiri, dalam berbagai tindakan dan perilakunya.
B. Guru Sebagai Pengajar
Sejak adanya kehidupan, sejak itu pula guru telah melaksanakan pembelajaran, dan memang hal tersebut merupakan tugas dan tanggung jawabnya yang pertama dan utama. Guru membantu peserta didik yang sedang berkembang untuk mempelajari sesuatu yang belum diketahuinya, membentuk kompetensi, dan memahami materi standar yang dipelajari.
Berkembangnya teknologi, khususnya teknologi informasi yang begitu pesat perkembangannya, belum mampu menggantikan peran dan fungsi guru, hanya sedikit menggeser atau mengubah fungsinya, itupun terjadi di kota-kota besar saja, ketika para peserta didik memiliki berbagai sumber belajar di rumahnya.
Perkembangan teknologi mengubah peran guru dari pengajar yang bertugas menyampaikan materi pembelajaran menjadi fasilitator yang bertugas memberikan kemudahan belajar. Hal ini dimungkinkan karena perkembangan teknologi menimbulkan banyaknya buku dengan harga relatif murah, kecuali atas ulah guru. Disamping itu, peserta didik dapat belajar dari berbagai sumber seperti radio, televisi, berbagai macam film pembelajaran, bahkan program internet atau electronic learning (e-learning). Derasnya arus informasi, serta cepatnya perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi telah memunculkan pertanyaan terhadap tugas utama guru yang disebut “mengajar”. Masih perlukah guru mengajar di kelas seorang diri, menginformasikan, menjelaskan dan menerangkan? Menanggapi hal tersebut, ada pendapat bahwa tak seorangpun dapat mengajarkan sesuatu kepada orang lain, dan peserta didik harus melakukan sendiri kegiatan belajar. Pendapat ini telah diterima baik, tetapi tidak berarti bahwa guru tidak membantu kegiatan belajar. Pertentangan tentang mengajar berdasar pada suatu unsur kebenaran yang berangkat dari pendapat kuno yang menekankan bahwa mengajar berarti memberi tahu atau menyampaikan materi pembelajaran. Dalam hal ini, konsep lama yang cenderung membuat kegiatan pembelajaran menjadi monoton wajar jika mendapat tantangan, tetapi tidak dapat didiskreditkan untuk semua pembelajaran.
Kegiatan belajar peserta didik dipengaruhi beberapa faktor seperti motivasi, kematangan, hubungan peserta didik dengan guru, kemampuan verbal, tingkat kebebasan, rasa aman, dan keterampilan guru dalam berkomunikasi. Jika faktor-faktor diatas dipenuhi, maka melalui pembelajaran peserta didik dapat belajar dengan baik.
Agar pembelajaran memiliki kekuatan yang maksimal, guru-guru harus senantiasa berusaha untuk mempertahankan dan meningkatkan semangat yang telah dimilikinya ketika mempelajari materi standar. Sebagai pengajar, guru harus memiliki tujuan yang jelas, membuat keputusan secara rasional agar peserta didik memahami ketrampilan yang dituntut oleh pembelajaran. Untuk kepentingan tersebut, perlu dibina hubungan yang positif antara guru dengan peserta didik. Hubungan ini menyangkut bagaimana guru merasakan apa yang dirasakan peserta didiknya dalam pembelajaran, serta bagaimana peserta didik merasakan apa yang dirasakan gurunya. Sebaliknya guru mengetahui bagaiman peserta didik memandangnya, karena hal tersebut sangat penting dalam pembelajaran, baik di sekolah maupun di luar sekolah. Hal ini akan menjadi jelas jika secara hati-hati menguji bagaimana guru merasakan apa yang dirasakan peserta didik dalam pembelajaran (empati)
C. Guru Sebagai Pembimbing
Guru dapat diibaratkan sebagai pembimbing perjalanan (journey) yang berdasarkan pengetahuan dan pengalamannya bertanggung jawab atas kelancaran perjalanan itu dalam hal ini, istilah perjalanan tidak hanya menyangkut fisik tetapi juga perjalanan mental, emosional, kreativitas, moral, dan spiritual yang lebih dalam dan kompleks. Sebagai pembimbing, guru harus merumuskan tujuan secara jelas, menetapkan waktu perjalanan, menetapkan jalan yang harus ditempuh, menggunakan petunjuk jalan, serta menilai kelancarannya sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan peserta didik. Semua itu dilakukan berdasarkan kerjasama yang baik dengan peserta didik, tetapi guru memberikan pengaruh utama dalam setiap aspek perjalanan. Sebagai pembimbing, guru memiliki barbagai hak dan tanggung jawab dalam setiap perjalanan yang direncanakan dan dilaksanakannya.
Istilah perjalanan merupakan suatu proses belajar, baik dalam kelas maupun diluar kelas yaang mencangkup seluruh kehidupan. Analogi dari perjalanan itu sendiri merupakan pengembangan setiap aspek yang terlibat dalam proses pembelajaran. Setiap perjalanan tentu mempunyai tujuan, kecuali orang yang berjalan secara kebetulan. Berdasarkan ilustrasi diatas dapat disimpulkan bahwa sebagai pembimbing perjalanan guru memerlukan kompetensi yang tinggi untuk melaksanakan 4 hal tersebut.
Pertama, guru harus merencanakan tujuan dan mengidentifikasi kompetensi yang hendak dicapai. Tugas guru adalah menetapkan apa yang telah dimiliki oleh peserta didik sehubungan dengan latar belakang dan kemampuannya, serta kompetensi apa yang mereka perlukan untuk dipelajari dalam mencapai tujuan. Untuk merumuskan tujuan, guru perlu melihat dan memahami seluruh aspek perjalanan. Sebagai contoh, kualitas hidup seseorang sangat bergantung pada kemampuan membaca dan menyatakan pikiran-pikirannya secara jelas.
Kedua, guru harus melihat ketelibatan peserta didik dalam pembelajaran, dan yang paling penting bahwa peserta didik melaksanakan kegiatan belajar itu tidak hanya secara jasmaniah, tetapi mereka harus terlibat secara psikologis. Dengan kata lain, peserta didik harus dibimbing untuk mendapatkan pengalaman, dan membentuk kompetensi yang akan mengantar mereka mencapai tujuan. Dalam setiap hal peserta didik harus belajar, untuk itu mereka harus memiliki pengalaman dan kompetensi yang dapat menimbulkan kegiatan belajar.
Ketiga, guru harus memaknai kegiatan belajar. Hal ini mungkin merupakan tugas yang paling sukar tetapi penting, karena guru harus memberikan kehidupan dan arti terhadap kegiatan belajar. Bisa jadi pembelajaran direncanakan dengan baik, dilaksanakan secara tuntas dan rinci, tetapi kurang relevan, kurang hidup, kurang bermakna, kurang menantang rasa ingin tahu dan kurang imaginatif.
Keempat, guru harus melaksanakan penilaian. Dalam hal ini diharapkan guru dapat menjawab pertanyaan-pertanyaan berikut: Bagaimana keadaan peserta didik dalam pembelajaran? Bagaimana peserta didik membentuk kompetensi? Bagaimana peserta didik mencapai tujuan? jika berhasil mengapa, dan jika tidak berhasil mengapa? Apa yang bisa dilakukan di masa mendatang agar pembelajaran menjadi sebuah perjalanan yang lebih baik? Apakah peserta didik dilibatkan dalam menilai kemajuan dan keberhasilan, sehingga mereka dapat mengarahkan dirinya. Seluruh aspek pertanyaan tersebut merupakan kegiatan penilaian yang harus dilakukan terhadap kegiatan pembelajaran, yang hasilnya sangat bermanfaat terutama untuk memperbaiki kualitas pembelajaran.
D. Guru sebagai pelatih
Proses pendidikan dan pembelajaran memerlukan latihan keterampilan, baik intelektual maupun motorik, sehingga menuntut guru untuk bertindak sebagai pelatih. Hal ini ditekankan lagi dalam kurikulum 2004 yang berbasis kompetensi, karena tanpa latihan seorang peserta didik tidak akan mampu menunjukkan penguasaan kompetensi dasar, dan tidak akan mahir dalam berbagai keterampilan yang dikembangkan sesuai dengan materi standar. Oleh karena itu, guru harus berperan sebagai pelatih, yang bertugas melatih peserta didik dalam pembentukan kompetensi dasar sesuai dengan potensi masing-masing
Pelatihan yang dilakukan disamping harus memperhatikan kompetensi dasar dan materi standar, juga harus mampu memperhatikan perbedaan individual peserta didik dan lingkungannya. Untuk itu, guru harus banyak tahu, meskipun tidak mencakup semua hal, dan tidak setiap hal secara sempurna, karena hal itu tidaklah mungkin. Meskipun demikian, tidak mustahil kalau suatu ketika menghadapi kenyataan bahwa guru tidak tahu tentang sesuatu yang seharusnya tahu. Dalam keadaan demikian, guru harus berani berkata jujur, dan berkata, “saya tidak tahu”. Kebenaran adalah sesuatu yang amat mulia, namun jika guru terlalu banyak berkata “saya tidak tahu” maka bukanlah guru profesional. Untuk itu guru harus selalu belajar, belajar sepanjang hayat, dan belajar adalah sesuatu yang tidak dapat diwakilkan kepada orang lain.
Pelaksanaan fungsi ini tidak harus mengalahkan fungsi lain, ia tetap sadar bahwa walaupun tahu, tidak harus memberitahukan semua yang diketahuinya. Secara didaktis, guru menciptakan situasi agar peserta didik berusaha menemukan sendira apa yang seharusnya diketahui. Guru harus bisa menahan emosinya untuk menjawab semua pertanyaan yang ditujukan kepadanya, sehingga kewenangan yang dimiliki tidak membunuh kreatifitas peserta didik.
E. Guru Sebagai Penasehat
Guru adalah seorang penasehat bagi peserta didik, bahkan bagi orangtua, meskipun mereka tidak memiliki latihan khusus sebagai penasehat dan dalam beberapa hal tidak dapat berharap untuk menasehati orang. Banyak guru cenderung menganggap bahwa konseling terlalu banyak membicarakan klien, seakan-akan berusaha mengatur kehidupan orang, dan oleh karenanya mereka tidak senang melaksanakan fungsi ini. Padahal menjadi guru pada tingkat manapun berarti menjadi penasehat dan menjadi orang kepercayaan, kegiatan pembelajaranpun meletakkannya pada posisi tersebut. Peserta didik senantiasa berhadapan dengan kebutuhan untuk membuat keputusan dan dalam prosesnya akan lari kepada gurunya. Peserta didik akan menemukan sendiri dan secara mengherankan, bahkan mungkin menyalahkan apa yang ditemukannya, serta akan mengadu kepada guru sebagai orang kepercayaannya. Makin efektif guru menangani setiap permasalahan, makin banyak kemungkinan peserta didik berpaling kepadanya untuk mendapatkan nasehat dan kepercayaan diri.
Agar guru dapat menyadari perannya sebagai orang kepercayaan, dan penasehat secaara lebih mandalam, ia harus memahami psikologi kepribadian dan ilmu kesehatan mental. Diantara makhluk hidup di planet ini, manusia merupakan makhluk yang unik dan sifat-sifatnya pun berkembang secara unik pula. Menjadi apa dia, sangat dipengaruhi pengalaman, lingkungan dan pendidikan. Untuk menjadi manusia dewasa, manusia harus belajar dari lingkungan selama hidup dengan menggunakan kekuatan dan kelemahannya. Pendekatan psikologis dan mental health diatas akan banyak menolong guru dalam menjalankan fungsinya sebagai penasehat, yang akan banyak dikenal bahwa ia banyak membantu peserta didik untuk dapat membuat keputusan sendiri.
F. Guru Sebagai Pembaharu (Innovator)
Guru harus menjembatani jurang antara generasi yang satu dengan yang lain bagi peserta didik jika tidak, maka hal ini dapat mengambil bagian dalam proses belajar yang berakibat tidak menggunakan potensi yang dimilikinya. Tugas guru adalah memahami bagaimana keadaan jurang pemisah ini, dan bagaimana menjembatinya secara efektif. Jadi yang menjadi dasar adalah pikiran-pikiran tersebut dan cara yang dipergunakan untuk mengekspresikan dibentuk oleh corak waktu ketika cara-cara tadi dipergunakan. Bahasa memang merupakan alat untuk berpikir, melalui pengamatan yang dilakukan dan menyusun kata-kata serta menyimpan dalam otak, terjadilah pemahaman sebagai hasil belajar. Hal tersebut selalu mengalami perubahan dalam setiap generasi dan perubahan yang dilakukan melalui pendidikan akan memberikan hasil yang positif.
Prinsip modernisasi tidak hanya diwujudkan dalam bentuk buku-buku sebagai alat utama pendidikan, melainkan dalam semua rekaman tentang pengalaman manusia. Tugas guru adalah menerjemahkan kebijakan dan pengalaman yang berharga ini ke dalam istilah atau bahasa modern yang akan diterima oleh peserta didik. Pada kenyataannya semua pikiran manusia harus dikemukakan kembali di setiap generasi oleh para guru yang tentu saja dengan berbagai perbedaan yang dimiliki secara individual, termasuk siapa saja yang meminta untuk menulis. Memang dalam beberapa hal berlaku apa yang dikatakan oleh para pendeta kuno “there is nothing news under the sun” (tidak ada barang baru di bawah matahari), tetapi guru dan penulis bisa berbesar hati berdasar kenyataan bahwa pikiran-pikiran atau dalil-dalil lama dapat diletakkan pada model baru, pakaian baru dan dalam proses ini semua tampak baru. Sekurang-kurangnya menjadi baru bagi peserta didik, dan bagi para pendengar. Oleh karena itu, sebagai jembatan generasi tua dan generasi muda, yang juga sebagai penerjemah pengalaman, guru harus menjadi pribadi yang terdidik.
G. Guru sebagai Model dan Teladan
Guru merupakan model atau teladan bagi para peserta didik dan semua orang yang menganggap dia sebagai guru. Terdapat kecenderungan yang besar untuk menganggap bahwa peran ini tidak mudah untuk ditentang, apalagi ditolak. Keprihatinan, kerendahan, kemalasan dan rasa takut, secara terpisah ataupun bersama-sama bisa menyebabkan seseorang berpikir atau berkata “jika saya harus menjadi teladan atau dipertimbangkan untuk menjadi model, maka pembelajaran bukanlah pekerjaan yang tepat bagi saya. Saya tidak cukup baik untuk diteladani, disamping saya sendiri ingin bebas untuk menjadi diri sendiri dan untuk selamanya tidak ingin menjadi teladan bagi orang lain. Jika peserta didik harus memiliki model, biarkanlah mereka menemukannya dimanapun”. Alasan tersebut tidak dapat dimengerti, mungkin dalam hal tertentu dapat diterima tetapi mengabaikan atau menolak aspek fundamental dari sifat pembelajaran. Menjadi teladan merupakan sifat dasar kegiatan pembelajaran, dan ketika seorang guru tidak mau menerima ataupun menggunakannya secara konstrutif maka telah mengurangi keefektifan pembelajaran.
Secara teotitis, menjadi teladan merupakan bagian integral dari seorang guru, sehingga menjadi guru berarti menerima tanggung jawab untuk menjadi teladan. Menang setiap profesi mempunyai tuntutan-tuntutan khusus, dan karenanya bila menolak berarti menolak profesi itu. Dalam beberapa hal memang benar bahwa guru harus bisa menjadi teladan di kedua posisi itu tetapi jangan sampai hal tersebut menjadika guru tidak memiliki kebebasan sama sekali. Dalam batas-batas tertentu sebagai manusia biasa tentu saja guru memiliki kelemahan dan kekurangan.
Pertanyaan berikutnya adalah apakah model yang diberikan oleh guru harus ditiru sepenuhnya oleh peserta didik? Perilaku guru sangat mempengaruhi peserta didik tetapi setiap peserta didik harus berani mengembangkan gaya hidup pribadinya sendiri.
Akhirnya tetapi bukan terakhir dalam pembahasannya, haruskah guru menunjukkan teladan terbaik, moral yang sempurna? Alangkah beratnya pertanyaan ini. Kembali seperti dikatakan di muka, kita menyadari bahwa guru tetap manusia biasa yang tidak lepas dari kemungkinan khilaf. Guru yang baik adalah yang menyadari kesenjangan antara apa yang diinginkan dengan apa yang ada pada dirinya, kemudian ia menyadari kesalahan ketika memang bersalah. Kesalahan perlu diikuti dengan sikap merasa dan berusaha untuk tidak mengulanginya.
H. Guru sebagai Pribadi
Sebagai individu yang berkecimpung dalam pendidikan, guru harus memiliki kepribadian yang mencerminkan seorang pendidik. Tuntutan akan berkepribadian sebagai pendidik kadang-kadang dirasakan lebih berat dibanding profesi lainnya.
Ujian berat bagi guru dalam hal kepribadian ini adalah rangsangan yang memancing emosinya. Kestabilan emosi sangat diperlukan, namun tidak semua orang mampu menahan emosi terhadap rangsangan yang menyinggung perasaan, dan memang diakui bahwa tiap orang mempunyai temperamen yang berbeda dengan orang lain. Untuk keperluan tersebut upaya dalam bentuk latihan mental akan sangat berguna. Guru yang mudah marah akan membuat peserta didik takut, dan ketakutan mengakibatkan kurangnya minat untuk mengikuti pembelajaran serta rendahnya konsentrasi, karena ketakutan menimbulkan kekhawatiran untuk dimarahi dan hal ini membelokkan konsentrasi peserta didik. Kematangan emosi guru akan berkembang sejalan dengan pengalaman bekerja, selama dia mau memanfaatkan pengalamannya. Jadi tidak sekedar jumlah umur atau masa kerjanya saja yang bertambah, melainkan bertambahnya kemampuan memecahkan masalah atas dasar pengalaman masa lalu.
Sebagai pribadi yang hidup ditengah-tengah masyarakat guru juga perlu memiliki kemampuan untuk berbaur dengan masyarakat melalui kemampuannya, antara lain melalui kegiatan olahraga, keagamaan dan kepemudaan. Keluasan bergaul harus dimiliki, sebab kalau tidak pergaulannya akan menjadi kaku dan berakibat yang bersangkutan kurang bisa diterima oleh masyarakat.
I. Guru sebagai Peneliti
Pembelajaran merupakan seni, yang dalam pelaksanaannya memerlukan penyesuaian-penyesuaian dengan kondisi lingkungan. Untuk itu diperlukan berbagai penelitian, yang didalamnya melibatkan guru. Oleh karena itu guru adalah seorang pencari atau peneliti.
Kebutuhan untuk mengetahui merupakan kebutuhan semua manusia. Sebagai peneliti, guru tidak berpura-pura mencari sesuatu, karena hal itu merupakan pekerjaan yang lain, berbeda dengan yang dilakukan oleh anak-anak. Menyadari akan kekurangannya, guru berusaha mencari apa yang belum diketahui untuk meningkatkan kemampuannya dalam melaksanakan tugas. Bagaimana menemukan apa yang tidak diketahuinya? Sebagai orang yang telah mengenal metodologi tentunya ia tahu pula apa yang harus dikerjakan, yakni penelitian.
J. Guru sebagai Pendorong Kreativitas
Kreativitas merupakan hal yang sangat penting dalam pembelajaran, dan guru dituntut untuk mendemontrasikan dan menunjukkan proses kreativitas tersebut. Kreativitas merupakan sesuatu yang bersifat universal dan merupakan ciri aspek kehidupan di sekitar kita. Kreativitas ditandai oleh adanya kegiatan menciptakan sesuatu yang sebelumnya tidak ada dan tidak dilakukan oleh seseorang atau adanya kecenderungan untuk menciptakan sesuatu.
Sebagai orang yang kreatif guru menyadari bahwa kreativitas merupakan yang universal dan oleh karenanya semua kegiatannya ditopang, dibimbing, dan dibangkitkan oleh kesadaran itu. Ia sendiri adalah seorang kreator dan motivator, yang berada di pusat proses pendidikan. Akibat dari fungsi ini, guru senantiasa berusaha untuk menemukan cara yang lebih baik dalam melayani peserta didik, sehingga peserta didik akan menilainya bahwa ia memang kreatif dan tidak melakukan sesuatu yang rutin saja. Kreativitas menunjukkan bahwa apa yang akan dikerjakan oleh guru sekarang lebih baik dari yang dikerjakan sebelumnya dan apa yang dikerjakan di masa mendatang lebih baik dari sekarang.
K. Guru Sebagai Pembangkit Pandangan
Mengemban fungsi ini guru dituntut untuk memberikan dan memelihara pandangan tentang keagungan kepada peserta didiknya. Guru harus terampil dalam berkomunikasi dengan peserta didik disegala umur, sehingga setiap langkah dari proses pendidikan yang dikelolanya dilaksanakan untuk menunjang fungsi ini. Guru tahu bahwa ia tidak dapat membangkitkan pandangan tentang kebesaran kepada peserta didik jika ia sendiri tidak memilikinya. Oleh karena itu, guru dibekali dengan ajaran tentang hakikat manusia dan setelah mengenalnya akan mengenal pula kebesaran Allah yang menciptakannya.
L. Guru Sebagai Pekerja Rutin
Guru bekerja dengan keterampilan, dan kebiasaan tertentu serta kegiatan rutin yang amat diperlukan dan seringkali memberatkan. Jika kegiatan tersebut tidak dikerjakan dengan baik, maka bisa mengurangi atau merusak keefektifan guru pada semua peranannya. Disamping itu, jika kegiatan rutin tersebut tidak disukai, bisa merusak dan merubah sikap umumnya terhadap pembelajaran sebagai contoh, dalam setiap kegiatan guru harus membuat persiapan tertulis, jika guru membenci atau tidak menyenangi tugas ini maka akan merusak keefektifan pembelajaran.
Iklim belajar menentukan situasi pembelajaran yang produktif dan kreatif, dan bergantung pada derajat kemahiran serta gaya kegiatan rutin tersebut dilaksanakan. Secara umum dapat dikatakan bahwa kegiatan rutin yang diterima oleh semua pihak merupakan syarat yang diperlukan bagi kebebasan, pemahaman, dan kreativitas. Tanpa adanya kegiatan rutin tidak terdapat kekuatan atau kesempatan untuk mencoba alternatif kegiatan sebagai hal pokok dari kebebasan, pemahaman yang mendalam, dan kreativitas.
M. Guru Sebagai Pemindah Kemah
Hidup ini selalu berubah, dan guru adalah seorang pemindah kemah, yang suka memindah-mindahkan dan membantu peserta didik meninggalkan hal lama menuju sesuatu yang baru yang bisa mereka alami. Guru berusaha keras untuk mengetahui masalah peserta didik, kepercayaan, dan kebiasaan yang menghalangi kemajuan, serta membantu menjauhi dan meninggalkannya untuk mendapatkan cara-cara baru yang lebih sesuai. Untuk menjalankan fungsi ini guru harus memahami mana yang tidak bermanfaat dan barangkali membahayakan peserta didik, dan memahami mana yang bermanfaat.
Guru dan peserta didik bekerjasama mempelajari cara baru dan meninggalkan kepribadian yang telah membantunya mencapai tujuan dan menggantinya sesuai dengan tuntutan masa kini. Proses ini menjadi suatu transaksi bagi guru dan peserta didik dalam pembelajaran.
Proses meninggalkan cara lama dan langsung mengambil yang baru merupakan sesuatu yang halus dan kompleks. Bukanlah karena cara lama jelek melainkan merupakan suatu yang penting dalam kehidupan dalam kurun waktu dan tempat tertentu, dan pernah menjadi sesuatu yang baik, serta telah memberikan bantuan dalam usaha memenuhi kebutuhan pribadi.
Banyak hal yang bisa dilakukan guru untuk memelihara pertumbuhan kepribadian. Pertama, bisa menjadi orang yang siap dengan pengertian, seperti konflik antara keinginan untuk tetap dan untuk berubah, serta menyadari dan tidak menyadari. Kedua, berusaha keras untuk memberikan pengalaman yang luas, sehingga memungkinkan peserta didik menilai keberadaannya sehubungan dengan pengalamannya. Ketiga, guru juga sebagai “swinger”, yang berpindah dari satu posisi ke posisi lain, khususnya dalam ide. Fungsi demikian terjadi dalam pembelajaran ketika peserta didik telah berhasil memecahkan suatu masalah, dan berpindah ke masalah lain. Dalam hal ini, guru juga adalah pembelajaran tetap dari drama perkembangan manusia, dengan banyak membaca, melakukan observasi terhadap pengalamannya sendiri untuk mencapai pemahaman tentang kehidupan. Dalam hal ini, peran guru adalah memberikan kesempatan untuk menjalani kehidupan dan mengajarkan kebenaran bahwa perjalanan lebih penting daripada tujuan, dan proses lebih berarti daripada hasil akhir.
N. Guru sebagai Pembawa Cerita
Guru, dengan menggunakan suaranya memperbaiki kehidupan melalui puisi, dan berbagai cerita tentang manusia. Guru tidak takut menjadi alat untuk menyampaikan cerita-cerita tentang kehidupan, karena ia tahu sepenuhnya bahwa cerita itu sangat bermanfaat bagi manusia, dan ia berharap bisa menjadi pembawa cerita yang baik.
Cerita adalah cermin yang bagus dan merupakan tongkat pengukur. Dengan cerita manusia bisa mengamati bagaimana memecahkan masalah yang sama dengan yang dihadapinya, menemukan gagasan dan kehidupan yang nampak diperlukan oleh manusia lain, yang bisa disesuaikan dengan kehidupan mereka, belajar untuk menghargai kehidupan sendiri setelah membandingkan dengan apa yang telah mereka baca tentang kehidupan manusia di masa lalu. Guru berusaha mencari cerita untuk membangkitkan gagasan kehidupan di masa mendatang.
Sebagai pendengar, peserta didik dapat mengidentifikasi watak-watak pelaku yang ada dalam cerita, dapat secara obyektif menganalisis, menilai manusia, kejadian-kejadian dan pikiran-pikiran.
Salah satu karakteristik pembawa cerita yang baik adalah bagaimana menggunakan pengalaman dan gagasan para pendengarnya, sehingga mampu menggunakan kejadian di masa lalu untuk menginterpretasikan kejadian sekarang dan yang akan datang. Jadi guru diharapkan mampu membawa peserta didik mengikuti jalannya cerita dengan berusaha membuat peserta didik memiliki pandangan yang rasional terhadap sesuatu.
O. Guru Sebagai Aktor
Setiap individu memiliki banyak peran untuk dimainkan dalam kehidupan sehari-hari, tetapi kebanyakan menolak anggapan bahwa guru adalah seorang aktor. Untuk mengajar, guru harus memiliki gagasan dan pengalaman, serta harus menyadari bahwa orang lain pun berkesempatan untuk memilikinya. Untuk dapat mentransfer gagasan, ia harus mengembangkan pengetahuan yang telah dikumpulkan serta mengembangkan kemampuan untuk mengkomunikasikan pengetahuan itu. Kemampuan berkomunikasi merupakan suatu seni atau keterampilan yang dikenal dengan mengajar.
Sebagai aktor, guru berangkat dengan jiwa pengabdian dan inspirasi yang dalam yang akan mengarahkan kegiatannya. Guru harus menguasai materi standar dalam bidang studi yang menjadi tanggung jawabnya, memperbaiki keterampilan, dan mengembangkan untuk mentransfer bidang studi itu.
P. Guru sebagai Emansipator
Guru telah melaksanakan fungsinya sebagai emansipator, ketika peserta didik yang telah menilai dirinya sebagai pribadi yang tak berharga, merasa dicampakkan orang lain atau selalu diuji dengan berbagai kesulitan sehingga hampir putus asa, dibangkitkan kembali menjadi pribadi yang percaya diri. Ketika peserta didik hampir putus asa, diperlukan ketelatenan, keuletan dan seni memotivasi agar timbul kembali kesadaran, dan bangkit kembali harapannya.
Guru harus membina kemampuan peserta didik untuk menginformasikan apa yang ada dalam pikirannya. Jika kemampuan tersebut telah dimiliki, maka perasaan rendah diri tadi berangsur-angsur hilang, dan bebaslah peserta didik dari keadaan yang tidak menyenangkan. Dalam hal ini, guru telah melakukan emansipasi.
Q. Guru Sebagai Evaluator
Evaluasi atau penilaian merupakan aspek pembelajaran yang paling kompleks, karena melibatkan banyak latar belakang dan hubungan, serta variabel lain yang mempunyai arti apabila berhubungan dengan konteks yang hampir tidak mungkin dapat dipisahkan dengan setiap segi penilaian. Tidak ada pembelajaran tanpa penilaian, karena penilaian merupakan proses menetapkan kualitas hasil belajar, atau proses untuk menentukan tingkat pencapaian tujuan pembelajaran oleh peserta didik.
Sebagai suatu proses, penilaian dilaksanakan dengan prinsip-prinsip dan dengan teknik yang sesuai, mungkin tes atau non tes. Teknik apapun yang dipilih, penilaian harus dilakukan dengan prosedur yang jelas, yang meliputi tiga tahap, yaitu persiapan, pelaksanaan, dan tindak lanjut.
Selain menilai hasil belajar peserta didik, guru harus pula menilai dirinya sendiri, baik sebagai perencana, pelaksana, maupun penilai program pembelajaran. Oleh karena itu, dia harus memiliki pengetahuan yang memadai tentang penilaian program sebagaimana memahami penilaian hasil belajar. Sebagai perancang dan pelaksana program, dia memerlukan balikan tentang evektivitas programnya agar bisa menentukan apakah program yang direncanakan dapat dilaksanakan dengan sebaik-baiknya. Perlu diingat bahwa penilaian bukan merupakan tujuan, melainkan alat untuk mencapai tujuan.
R. Guru sebagai Pengawet
Salah satu tugas pendidikan adalah mewariskan kebudayaan dari generasi ke generasi berikutnya, karena hasil karya manusia terdahulu masih banyak yang bermakna bagi kehidupan manusia sekarang maupun di masa depan.
Untuk melaksanakan tugasnya sebagai pengawet terhadap apa yang telah dicapai manusia terdahulu, dikembangkan salah satu sarana pendidikan yang disebut kurikulum, yang secara sederhana diartikan sebagai program pembelajaran. Untuk dapat mengawetkan pengetahuan salah satu komponen kebudayaan, guru harus mempunyai sikap positif terhadap apa yang harus diawetkan.
Sebagai pengawet guru harus berusaha mengawetkan pengetahuan yang telah dimilikinya dalam pribadinya, dalam arti guru harus berusaha menguasai materi standar yang akan disajikan kepada peserta didik. Oleh karena itu, setiap guru dibekali pengetahuan sesuai dengan bidang yang dipilihnya.
S. Guru Sebagai Kulminator
Guru adalah orang yang mengarahkan proses belajar secara bertahap dari awal hingga akhir (kulminasi). Dengan rancangannya peserta didik akan melewati tahap kulminasi suatu tahap yang memungkinkan setiap peserta didik bisa mengetahui kemampuan belajarnya. Di sini peran sebagai kulminator terpadu dengan peran sebagai evaluator.
Melalui rancangannya, guru mengembangkan tujuan yang akan dicapai dan akan dimunculkan dalam tahap kulminasi. Ia mengembangkan rasa tanggung jawab, mengembangkan keterampilan fisik dan kemampuan intelektual yang telah dirancang sesuai dengan kebutuhan masyarakat melalui kurikulum. Benarkah kemampuan-kemampuan yang dikembangkan itu bisa muncul dalam tahap kulminasi? Tugas guru untuk menjawabnya melalui pengamatan terhadap pelaksanaan tahap kulminasi oleh sang kulminator.
Peran kepala sekolah dalam meningkatkan kualitas pembelajaran, kepala sekolah harus mampu melaksanakan pekerjaannya sebagai edukator; manajer; administrator; dan supervisor. Dalam perkembangan selanjutnya, sesuai dengan kebutuhan masyarakat dan perkembangan zaman kepala sekolah juga harus mampu berperan sebagai leader, innovator, dan motivator di sekolahnya.
Perspektif ke depan mengisyaratkan bahwa kepala sekolah juga harus mampu berperan sebagai figur dan mediator, bagi perkembangan masyarakat dan lingkungannya. Dengan demikian pekerjaan kepala sekolah semakin hari semakin meningkat, dan akan selalu meningkat sesuai dengan perkembangan pendidikan yang diharapkan. Pelaksanaan peran, fungsi dan tugas tersebut tidak dapat dipisahkan satu sama lain, karena saling terkait dan saling mempengaruhi, serta menyatu dalam pribadi seorang kepala sekolah profesional. Kepala sekolah yang demikianlah yang akan mampu memdorong visi menjadi aksi dalam paradigma baru menajemen pendidikan.
A. Kepala Sekolah Sebagai Edukator (Pendidik)
Dalam melakukan fungsinya sebagai edukator, kepala sekolah harus memiliki strategi yang tepat untuk meningkatkan profesionalisme tenaga kependidikan di sekolahnya. Menciptakan iklim sekolah yang kondusif, memberikan nasehat kepada warga sekolah, memberikan dorongan kepada seluruh tenaga kependidikan, serta melaksanakan model-model pembelajaran yang menarik.
Sebagai edukator, kepala sekolah harus senantiasa berupaya meningkatkan kualitas pembelajaran yang dilakukan oleh para guru. Dalam hal ini faktor pengalaman akan sangat mempengaruhi profesionalisme kepala sekolah, terutama dalam mendukung terbentuknya pemahaman tenaga kependidikan terhadap pelaksanaan tugasnya. Pengalaman semasa menjadi guru, menjadi wakil kepasa sekolah, atau menjadi anggota organisasi kemasyarakatan sangat mempengaruhi kemampuan kepala sekolah dalam melaksanakan pekerjaannya, demikian halnya pelatihan dan penataran yang pernah diikutinya.
Upaya-upaya yang dapat dilakukan kepala sekolah dalam meningkatkan kinerjanya sebagai edukator, khususnya dalam peningkatan kinerja tenaga kependidikan dan prestasi belajar peserta didik dapat dideskripsikan sebagai berikut.
Pertama; mengikutsertakan guru-guru dalam penataran-penataran, untuk menambah wawasan para guru. Kepala sekolah juga harus memberikan kesempatan kepada guru-guru untuk meningkatkan pengetahuan dan keterampilannya dengan belajar ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi. Kedua; kepala sekolah harus berusaha menggerakkan tim eveluasi hasil belajar peserta didik untuk lebih giat bekerja, kemudian hasilnya diumumkan secara terbuka dan diperlihatkan di papan pengumuman. Hal ini bermanfaat untuk memotivasi para peserta didik agar lebih giat belajar dan meningkatkan prestasinya. Ketiga; menggunakan waktu belajar secara efektif di sekolah dengan cara mendorong para guru untuk memulai dan mengakhiri pembelajaran sesuai dengan waktu yang telah ditentukan, serta memanfaatkannya secara efektif dan efisien untuk kepentingan pembelajaran.
Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan nomor 0296/U/1996, merupakan landasan penilaian kinerja kepala sekolah. Kepala sekolah sebagai edukator harus memiliki kemampuan untuk membimbing guru, membimbing tenaga kependidikan non guru, membimbing peserta didik, mengembangkan tenaga kependidikan, mengikuti perkembangan iptek dan memberi contoh mengajar.
B. Kepala Sekolah Sebagai Manajer
Dalam rangka melakukan peran dan fungsinya sebagai manajer, kepala sekolah harus memiliki strategi yang tepat untuk memberdayakan tenaga kependidikan melalui kerjasama atau kooperatif, memberikan kesempatan kepada para tenaga kependidikan untuk meningkatkan profesinya, dan mendorong keterlibatan seluruh tenaga kependidikan dalam berbagai kegiatan yang menunjang program sekolah.
Sesuai dengan yang ditetapkan dalam penilaian kinerja kepala sekolah, kepala sekolah harus memiliki kemampuan dalam melaksanakan tugas-tugas kepemimpinannya dengan baik, yang diwujudkan dalam kemampuan menyusun program sekolah, organisasi personalia, memberdayakan tenaga kependidikan, dan mendayagunakan sumber daya sekolah secara optimal.
C. Kepala Sekolah Sebagai Administrator
Kepala sekolah sebagai administrator memiliki hubungan yang sangat erat dengan berbagai aktivitas pengelolaan administrasi yang bersifat pencatatan, penyusunan dan pendokumenan seluruh program sekolah. Secara spesifik, kepala sekolah harus memiliki kemampuan untuk mengelola kurikulum, mengelola administrasi peserta didik, mengelola administrasi personalia, mengelola administrasi sarana dan prasarana, mengelola administrasi kearsipan, dan mengelola administrasi keuangan. Kegiatan tersebut perlu dilakukan secara efektif dan efisien agar dapat menunjang produktivitas sekolah.
Dalam melaksanakan tugas-tugas di atas, kepala sekolah sebagai administrator, khusunya dalam meningkatkan kinerja dan produktivitas sekolah, dapat dianalisis berdasarkan beberapa pendekatan, baik pendekatan sifat, pendekatan perilaku, maupun pendekatan situasional. Kepala sekolah hendaknya terbuka tetapi tetap menjaga jarak dengan para tenaga kependidikan, agar mereka dapat mengemukakan berbagai permasalahan yang dihadapi dalam melaksanakan tugasnya sebaagai tenaga kependidikan. Dengan demikian setiap permasalahan yang dihadapi oleh para tenaga kependidikan dapat segera diselesaikan dan dipecahkan bersama, sehingga tidak ada masalah yang berlarut-larut dan mengganggu tugas utama yang harus dikerjakan.
D. Kepala Sekolah Sebagai Supervisor
Salah satu tugas kepala sekolah adalah sebagai supervisor, yaitu mensupervisi pekerjaan yang dilakukan oleh tenaga kependidikan.
Supervisi sesungguhnya dapat dilaksanakan oleh kepala sekolah yang berperan sebagai supervisor, tetapi dalam sistem organisasi pendidikan modern diperlukan supervisor khusus yang lebih independen,dan dapat meningkatkan objektivitas dalam pembinaan dan pelaksanaan tugasnya. Jika supervisi dilaksanakan oleh kepala sekolah, maka ia harus mampu melakukan pengawasan dan pengendalian untuk meningkatkan kinerja tenaga kependidikan. Pengawasan dan pengendalian ini merupakan kontrol agar kegiatan pendidikan di sekolah terarah pada tujuan yang telah ditetapkan. Pengawasan dan pengendalian juga merupakan tindakan preventif untuk mencegah agar para tenaga kependidikan tidak melakukan penyimpangan dan lebih berhati-hati dalam pekerjaannya.
Kepala sekolah sebagai supervisor harus diwujudkan dalam kemampuan menyusun, dan melaksanakan program supervisi pendidikan serta memanfaatkan hasilnya. Kemampuan menyusun program supervisi pendidikan harus diwujudkan dalam penyusunan program supervisi kelas pengembangan program supervisi untuk kegiatan ekstrakulikuler, pengembangan program supervisi perpustakaan, laboratorium, dan ujian.
Kepala sekolah sebagai supervisor dapat dilakukan secara efektif antara lain melalui diskusi kelompok, kunjungan kelas, pembicaraan individual, dan simulasi pembelajaran. Keberhasilan kepala sekolah sebagai supervisor antara lain dapat ditunjukkan oleh (1) meningkatkan kesadaran tenaga kependidikan (guru) untuk meningkatkan kinerjanya, dan (2) meningkatnya keterampilan tenaga kependidikan (guru) dalam melaksanakan tugasnya.
E. Kepala sekolah sebagai leader
Kepala sekolah sebagai leader harus mampu memberikan petunjuk dan pengawasan, meningkatkan kemampuan tenaga kependidikan, membuka komunikasi dua arah, dan mendelegasikan tugas. Wahjosumijo dalam Mulyasa (2013: 115) mengemukakan bahwa kepala sekolah sebagai leader harus memiliki karakter khusus yang mencakup kepribadian, keahlian dasar, pengalaman dan pengetahuan profesional, serta pengetahuan administrasi dan pengawasan.
Kemampuan yang harus diwujudkan kepala sekolah sebagai leader dapat dianalisis dari kepribadian, pengetahuan terhadap tenaga kepandidikan, visi dan misi, kemampuan mengambil keputusan, dan kemampuan berkomunikasi. Kepribadian kepala sekolah sebagai leader akan tercermin dalam sifat-sifat (1) jujur, (2) percaya diri, (3) tanggung jawab, (4) berani , mengambil keputusan dan resiko, (5) berjiwa besar, (6) emosi yang stabil, (7) teladan.
Dalam implementasinya, kepala sekolah sebagai leader dapat dianalisis dari tiga sifat kepemimpinan, yakni demokratis, otoriter, laissez-faire. Ketiga sifat tersebut sering dimiliki secara bersamaan seorang leader, sehingga dalam melaksanakan kepemimpinanya, sifat-sifat tersebut muncul secara situasional. Oleh karena itu kepala sekolah sebagai leader mungkin bersifat demokratis, otoriter,dan mungkin bersifat laissez-faiere,
Dengan dimilikinya ketiga sifat tersebut oleh seorang kepala sekolah sebagai leader,maka dalam menjalankan roda kepemimpinan di sekolah, kepala sekolah menggunakan strategi yang tepat, sesuai dengan tingkat kematangan tenaga kependidikan, dan kombinasi yang tepat antara perilaku tugas dan perilaku hubungan. Strategi tersebut dapat dilaksanakan dalam gaya mendikte, menjual,melibatkan dan mendelegasikan.
F. Kepala Sekolah sebagai Innovator
Dalam rangka melakukan peran dan fungsinya sebagai innovator, kepala sekolah harus memiliki strategi yang tepat untuk menjalin hubungan yang harmonis dengan lingkungan, mencari gagasan baru, mengintegrasikan setiap kegiatan , memberikan teladan kepada seluruh tenaga kependidikan di sekolah, dan mengembangkan model-model pembelajaran yang inovatif.
Kepala sekolah sebagai inovator akan tercermin dari cara-cara ia melakukan pekerjaannya secara konstruktif, kreatif, delegatif, integratif, rasional dan objektif, pragmatis, keteladanan, disiplin, serta adaptabel dan fleksibel.
Kepala sekolah sebagai innovator harus mampu mencari, menemukan, dan melaksanakan berbagai pembaharuan di sekolah. Gagasan baru tersebut misalnya moving class. Moving class adalah mengubah strategi pembelajaran dari pola kelas tetap menjadi kelas bidang studi, sehingga setiap bidang studi memiliki kelas tersendiri, yang dilengkapi dengan alat peraga dan alat-alat lainnya. Moving class ini bisa dipadukan dengan pembelajaran terpadu, sehingga dalam suatu laboratorium bidang studi dapat dijaga oleh beberapa orang guru (fasilitator), yang
G. Kepala Sekolah sebagai Motivator
Sebagai motivator, kepala sekolah harus memiliki strategi yang tepat untuk memberikan motivasi kepada para tenaga kependidikan dalam melakukan berbagai tugas dan fungsinya. Motivasi ini dapat ditumbuhkan melalui pengaturan lingkungan fisik, pengaturan suasana kerja, disiplin, dorongan, penghargaan secara efektif, dan penyediaan berbagai sumber belajar melalui pengembangan Pusat Sumber Belajar (PSB).
Pengaturan lingkungan fisik. Lingkungan yang kondusif akan menumbuhkan motivasi tenaga kependidikan dalam melaksanakan tugasnya. Oleh karena itu kepala sekolah harus mampu membangkitkan motivasi tenaga kependidikan agar dapat melaksanakan tugas secara optimal. Pengaturan lingkungan fisik tersebut antara lain mencakup ruang kerja yang kondusif, ruang belajar, ruang perpustakaan, bengkel serta mengatur lingkungan sekolah yang nyaman dan menyenangkan.
Pengaturan suasana kerja. Seperti halnya iklim fisik, suasana kerja yang tenang dan menyenangkan juga akan membangkitkan kinerja para tenaga kependidikan. Untuk itu kepala sekolah harus mampu menciptakan hubungan kerja yang harmonis dengan para tenaga kependidikan, serta menciptakan lingkungan sekolah yang aman dan menyenangkan.
Disiplin.
Disiplin dimaksud bahwa dalam meningkatkan profesionslisme tenaga kependidikan di sekolah, kepala sekolah harus berusaha menanamkan disiplin kepada semua bawahannya. Melalui disiplin ini diharapkan dapat tercapai tujuan secara efektif dan efisien, serta dapat meningkatkan produktifitas sekolah.
Dorongan.
Keberhasilan suatu organisasi atau lembaga dipengaruhi oleh berbagai faktor, baik faktor yang datang dari dalam maupun yang datang dari lingkungan. Dari berbagai faktor tersebut, motivasi merupakan suatu faktor yang cukup dominan dan dapat menggerakan faktor-faktor lain ke arah efektifitas kerja, bahkan motivasi sering disamakan dengan mesin dan kemudi mobil, yang berfungsi sebagai penggerak dan pengarah.
Penghargaan.
Penghargaan ini sangat penting untuk meningkatkan profesionalisme tenaga kependidikan, dan untuk mengurangi kegiatan yang kurang produktif. Melalui penghargaan ini para tenaga kependidikan dapat dirangsang untuk meningkatkan profesionalisme kerjanya secara positif dan produktif. Pelaksanaan penghargaan dapat dikaitkan dengan prestasi tenaga kependidikan secara terbuka, sehingga mereka memiliki peluang untuk meraihnya. Kepala sekolah harus berusaha menggunakan penghargaan ini secara tepat, efektif, dan efisien, untuk menghindari dampak negatif yang bisa ditimbulkannya.
c. Keterampilan dasar apa saja yang harus dimiliki guru profesional agar dapat menciptakan pembelajaran kreatif dan menyenangkan.
Jawab :
Pembelajaran merupakan suatu proses yang kompleks dan melibatkan berbagai aspek yang saling berkaitan. Oleh karena itu, untuk menciptakan pembelajaran yang kreatif dan menyenangkan, diperlukan berbagai keterampilan, diantaranya adalah keterampilan membelajarkan atau keterampilan mengajar.
Keterampilan mengajar merupakan kompetensi profesional yang cukup kompleks, sebagai integrasi dari berbagai kompetensi guru secara utuh dan menyeluruh. Turney dalam Mulyasa (2013: 69) mengungkapkan 8 keterampilan mengajar yang sangat berperan dan menentukan kualitas pembelajaran, yaitu keterampilan bertanya, memberi penguatan, mengadakan variasi, menjelaskan, membuka dan menutup pelajaran, membimbing diskusi kelompok kecil, mengelola kelas, serta mengajar kelompok kecil dan perorangan. Penguasaan terhadap keterampilan mengajar tersebut harus utuh dan terintegrasi, sehingga diperlukan latihan yang sistematis, misalnya melalui pembelajaran mikro.
Setiap keterampilan mengajar memiliki komponen dan prinsip-prinsip dasar tersendiri. Berikut diuraikan 8 keterampilan tersebut dan cara menggunakannya agar tercipta pembelajaran yang kreatif, profesional, dan menyenangkan.
A. Menggunakan Keterampilan Bertanya
Keterampilan bertanya sangat perlu dikuasai guru untuk menciptakan pembelajaran yang efektif dan menyenangkan, karena hampir setiap tahap pembelajaran guru dituntut untuk mengajukan pertanyaan, dan kualitas pertanyaan yang diajukan guru akan menentukan kualitas jawaban peserta didik.
Keterampilan bertanya yang perlu dikuasai guru meliputi keterampilan bertanya dasar dan keterampilan bertanya lanjutan. Ketrampilan bertanya dasar mencakup: pertanyaan yang jelas dan singkat, pemberian acuan, pemusatan perhatian, pemindahan giliran, penyebaran pertanyaan, pemberian waktu berpikir, pemberian tuntunan. Ketrampilan bertanya lanjutan merupakan lanjutan dari ketrampilan bertanya dasar. Ketrampilan bertanya lanjutan yang perlu dikuasai guru meliputi: pengubahan tuntunan tingkat kognitif, pengaturan urutan pertanyaan, pertanyaan pelacak dan peningkatan terjadinya interaksi.
B. Ketrampilan memberi penguatan
Penguatan merupakan respon terhadap suatu perilaku yang dapat meningkatkan kemungkinan terulangnya kembali perilaku tersebut. Penguatan dapat dilakukan secara verbal dan nonverbal. Penguatan verbal berupa kata-kata pujian, sedangkan secara nonverbal dapat dilakukan dengan gerakan mendekati peserta didik , sentuhan, acungan jempol, dan kegiatan yang menyenangkan. Penguatan bertujuan untuk:
1. Meningkatkan perhatian peserta didik terhadap pembelajaran.
2. Merangsang dan meningkatkan motivasi belajar.
3. Meningkatkan kegiatan belajar, dan membina perilaku yang produktif.
C. Ketrampilan mengadakan variasi
Mengadakan variasi merupakan ketrampilan yang harus dikuasai guru dalam pembelajaran, untuk mengatasi kebosanan peserta didik, agar selalu antusias, tekun dan penuh partisipasi. Variasi dalam pembelajaran adalah perubahan dalam proses kegiatan yang bertujuan meningkatkan motivasi belajar peserta didik, serta mengurangi kejenuhan dan kebosanan.
Variasi dalam pembelajaran bertujuan
1. Meningkatkan perhatian peserta didik terhadap materi standar yang relevan.
2. Memberikan kesempatan bagi perkembangan bakat peserta didik terhadap berbagai hal baru dalam pembelajaran.
3. Memupuk perilaku positif peserta didik terhadap pembelajaran.
4. Memberi kesempatan kepada peserta didik untuk belajar sesuai dengan tingkat perkembangan dan kemampuannya.
Variasi dalam kegiatan pembelajaran dapat dikelompokkan menjadi empat bagian, yakni variasi dalam gaya mengajar, variasi dalam menggunakan media dan sumber belajar, variasi dalam pola interaksi, dan variasi dalam kegiatan.
D. Ketrampilan menjelaskan
Menjelaskan adalah mendeskripsikan secara lisan tentang sesuatu benda, keadaan, fakta dan data sesuai dengan waktu dan hukum-hukum berlaku. Menjelaskan merupakan suatu aspek penting yang harus dimilik guru, mengingat sebagian besar pembelajaran menuntut guru memberikan penjelasan. Oleh sebab itu ketrampilan menjelaskan perlu ditingkatkan dapat mencapai hasil yang optimal.
Pada waktu memberikan penjelasan, hendaknya guru memperhatikan gerak-gerik dan mimik peserta didik, apakah penjelasan yang diberikan dapat dipahami atau meragukan, menyenangkan atau membosankan dan apakah menarik perhatian atau tidak. Untuk kepentingan tersebut, perhatikanlah mereka selama memberikan penjelasan, ajukan pertanyaan-pertanyaan dan berilah kesempatan untuk mengajukan pertanyaan.
E. Ketrampilan membuka dan menutup pelajaran
Membuka dan menutup pelajaran merupakan dua kegiatan rutin yang dilakukan guru untuk memulai dan mengakhiri pembelajaran. Agar kegiatan tersebut memberikan sumbangan yang berarti terhadap pencapaian tujuan pembelajaran, perlu dilakukan secara profesional.
Membuka pelajaran merupakan suatu kegiatan yang dilkukan guru untuk menciptakan kesiapan mental dan menarik perhatian peserta didik secara optimal, agar mereka memusatkan diri sepenuhnya pada pelajaran yang akan disajikan.
Menutup pelajaran merupakan suatu kegiatan yang dilakukan guru untuk mengetahui pencapaian tujuan dan pemahaman peserta didik terhadap materi yang telah dipelajari, serta mengakhiri kegiatan pembelajaran.
Agar kegiatan membuka dan menutup pelajaran dapat dilakukan secara efektif dan berhasil guna perlu diperhatikan komponen-komponen yang berkaitan dengan membuka pelajaran meliputi; menarik minat peserta didik , membangkitkan motivasi, memberi acuan, dan membuat kaitan. Menutup pelajaran dilakukan pada akhir setiap pelajaran. Sebagaimana halnya membuka pelajaran, menutup pelajaranpun perlu dilakukan secara profesioanal, untuk mendapatkan hasil yang memuaskan dan menimbulkan kesan yang menyenangkan. Untuk kepentingan tersebut kegiatan yang dapat dilakukan guru untuk menutup pelajaran antara lain dengan meninjau kembali materi yang telah diajarkan, mengadakan evaluasi, dan memberikan tindak lanjut terhadap bahan yang diajarkan.
F. Ketrampilan membimbing diskusi kelompok kecil
Diskusi kelompok adalah suatu proses yang teratur dan melibatkan sekelompok orang dalam interaksi tatap muka untuk mengambil kesimpulan dan memecahkan masalah.
Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam membimbing diskusi adalah sebagai berikut (1) memusatkan perhatian peserta didik pada tujuan dan topik diskusi, (2) memperluas masalah atau urun pendapat, (3) menganalisis pandangan peserta didik, (4) meningkatkan partisipasi peserta didik, (5) menyebarkan kesempatan berpartisipasi, dan (6) menutup diskusi.
Beberapa hal yang perlu dipersiapkan guru, agar diskusi kelompok kecil dapat digunakan secara efektif dalam pembelajaran adalah (a) topik yang sesuai, (b) pembentukan kelompok secara tepat, (c) pengaturan tempat duduk yang memungkinkan semua peserta didik dapat berpartisipasi secara aktif.
G. Ketrampilan mengelola kelas
Pengelolaan kelas merupakan ketrampilan guru untuk menciptakan iklim pembelajaran yang kondusif, dan mengendalikannya jika terjadi gangguan dalam pembelajaran. Beberapa prinsip yang harus diperhatikan dalam pengelolaan kelas adalah (1) kehangatan dan keantusiasan, (2) tantangan, (3) bervariasi, (4) luwes, (5) penekanan pada hal-hal positif, dan (6) penanaman disiplin diri.
Ketrampilan pengelolaan kelas memiliki komponen sebagai berikut,
1. Penciptaan dan pemeliharaan iklim pembelajaran yang optimal
2. Ketrampilan yang berhubungan dengan pengendalian kondisi belajar yang optimal.
H. Ketrampilan mengajar kelompok kecil dan perorangan
Pengajaran kelompok kecil dan perorangan merupakan suatu bentuk pembelajaran yang memungkinkan guru memberikan perhatian terhadap setiap peserta didik, dan menjalin hubungan yang lebih akrab antara guru dengan peserta didik maupun antara peserta didik dengan peserta didik.
Ketrampilan mengajar kelompok kecil dan perorangan dapat dilakuakn dengan,
• Mengembangkan ketrampilan dalam pengorganisasian, dengn memberikan motivasi dan membuat variasi dalam pemberian tugas.
• Membimbing dan memudahkan belajar, yang mencakup penguatan, proses awal, supervisi,dan interaksi pembelajaran.
• Perencanaan penggunaan ruangan.
• Pemberian tugas yang jelas, menantang dan menarik.
Khusus dalam melakukan pembelajaran perorangan, perlu diperhatikan kemampuan dan kematangan berpikir peserta didik, agar apa yang disampaikan bisa diserap dan diterima oleh peserta didik.
d. Mendidik itu seni, dengan alasan tersebut banyak kendala yang akan dihadapi dalam penerapan standar proses pembelajaran.
Jawab :
Joice and Will dalam Gordon (dalam Mulyasa, 2013) mengemukakan empat prinsip dasar sinetik yang menentang pandangan lama tentang kreativitas. Pertama, kreativitas merupakan suatu yang penting kegiatan sehari-hari. Hampir semua manusia berhubungan dengan proses kreativitas, yang dikembangkan melalui seni atau penemuan-penemuan baru. Gordon menekankan bahwa kreativitas merupakan bagian dari kehidupan kita sehari-hari dan berlangsung sepanjang hayat. Model Gordon dirancang untuk meningkatkan kapasitas pemecahan masalah, ekspresi kreatif, empati, dan hubungan sosial. Ia juga menekankan bahwa ide-ide yang bermakna dapat ditingkatkan melalui aktivitas kreatif untuk memperkaya pemikiran.
Kedua, proses kreatif bukanlah sesuatu yang misterius. Hal tersebut dapat dideskripsikan dan mungkin membantu orang secara langsung untuk meningkatkan kreativitasnya. Secara tradisional, kreativitas dipandang sebagai sesuatu yang misterius, bawaan sejak lahir, yang bisa hilang setiap saat. Gordon yakin bahwa jika memahami landasan proses kreativitas, individu dapat belajar untuk menggunakan pemahamanya guna meningkatkan kreativitas dalam kehidupan dan pekerjaan, baik secara pribadi maupun sebagai anggota kelompok. Gordon memandang bahwa kreativitas didorong oleh kesadaran yang memberi petunjuk untuk mendeskripsikan dan menciptakan prosedur latihan yang dapat diterapkan di sekolah atau lingkungan lain.
Ketiga, penemuan kreatif sama dalam semua bidang, baik dalam bidang seni, ilmu, maupun dalam rekayasa. Selain itu, penemuan kreatif ditandai oleh beberapa proses intelektual. Ide ini bertentangan dengan keyakinan umum, yang memandang kreativitas terbatas pada bidang seni, padahal ilmu dan rekayasa juga merupakan penemuan manusia. Gordon menunjukkan adanya hubungan antara perkembangan berpikir dalam seni dan ilmu yang sangat erat.
Keempat, berpikir kreatif baik secara individu maupun kelompok, adalah sama. Individu dan kelompok menurunkan ide-ide dan produk dalam berbagai hal. Hal ini menentang pandangan yang mengemukakan bahwa kreativitas adalah pengalaman pribadi.
Proses pembelajaran pada hakekatnya untuk mengembangkan aktivitas dan kreativitas peserta didik, melalui berbagai interaksi dan pengalaman belajar. Namun dalam pelaksanaannya sering kali kita tak sadar, bahwa masih banyak kegiatan pembelajaran yang dilaksanakan justru menghambat aktivitas dan kreativitas peserta didik.
Proses pembelajaran di kelas umumnya lebih menekankan pada aspek kognitif, sehingga kemampuan mental yang dipelajari sebagian besar berpusat pada pemahaman bahan pengetahuan, dan ingatan. Dalam situasi yang demikian, biasanya peserta didik dituntut untuk menerima apa apa yang dianggap penting oleh guru dan menghapalnya. Guru pada umumnya kurang menyenangi suasana pembelajaran yang para peserta didiknya banyak bertanya mengenai hal-hal diluar konteks yang dibicarakannya. Dengan kondisi yang demikian, maka aktivitas dan kreativitas para peserta didik terhambat atau tidak dapat berkembang secara optimal.
Banyak resep untuk menciptakan suasana belajar yang kondusif yang dapat mengembangkan aktivitas dan kreativitas belajar secara optimal, sesuai dengan kemampuan masing-masing peserta didik.
Gibbs dalam Mulyasa (2013 : 164) berdasarkan penelitiannya menyimpulkan bahwa kreativitas dapat dikembangkan dengan memberi kepercayaan, komunikasi yang bebas, pengarahan diri, dan pengawasan yang tidak terlalu ketat. Hasil penelitian tersebut dapat diterapkan atau ditransfer dalam proses pembelajaran. Dlam hal ini peserta didik akan lebih kreatif jika :
a. dikembangkan rasa percaya diri pada peserta didik, dan tidak ada perasaan takut;
b. diberi kesempatan untuk berkomunikasi ilmiah secara bebas dan terarah;
c. dilibatkan dalam menentukan tujuan dan evaluasi belajar;
d. diberikan pengawasan yang tidak terlalu ketat dan tidak otoriter; serta
e. dilibatkan secara aktif dan kreatif dalam proses pembelajaran secara keseluruhan.
Apa yang dikemukakan di atas nampaknya sulit untuk dilakukan. Namun paling tidak guru harus dapat menciptakan suasana belajar yang kondusif, yang mengarah pada situasi di atas, misalnya dengan mengembangkan modul yang heuristik dan hipotetik. Kendatipun demikian kualitas pembelajaran sangat ditentukan oleh aktivitas dan kreativitas guru, disamping kompetensi-kompetensi profesionalnya. Namun, dalam kegiatan belajar melalui modul, hal ini bisa dikurangi, karena guru lebih memposisikan dirinya sebagai fasilitator.
Terdapat tiga analogi yang dipergunakan sebagai dasar latihan sinektik, yaitu analogi personal, langsung, dan mendorong konflik.
1. Analogi personal
Analogi personal menuntut peserta didik untuk berempatik terhadap ide atau obyek yang dibandingkan. Peserta didik merasakan sebagai bagian dari elemen fisik dari suatu masalah. Identifikasi mungkin dilakukan dengan seseorang, tumbuhan, binatang, atau dengan benda-benda mati. Misalnya, peserta didik disuruh menjadi sebuah mesin mobil, apakah yang dirasakannya pada waktu distater di pagi hari ketika baterei/akinya mati atau ketika sampai dipemberhentian lampu lalu lintas.
Analogi personal menekankan pada keterlibatan empatik. Gordon memberikan suatu contoh yang diangkat dari situasi permasalahan seorang ahli kimia yang mengidentifikasi dirinya dengan molekul-molekul. Ia mungkin bertanya, apa yang saya rasakan jika menjadi sebuah molekul ? Selanjutnya, dia merasakan dirinya menjadi bagian dari gerakan molekul-molekul itu.
Selanjutnya, Gordon mengidentifikasi empat tahap keterlibatan analogi pribadi.
a. Orang pertama mendeskripsikan fakta; orang ini menceritakan fakta-fakta yang telah diketahuinya dengan baik, tetapi tidak menyajikan cara baru mengenai obyek atau binatang. Dengan perkataan lain, menunjukan keterlibatan yang tidak empatik. Dalam kaitannya dengan mesin mobil, peserta didik mungkin berkata” saya merasa berminyak” atau “saya merasa panas”.
b. Orang pertama mengidentifikasi dengan emosi; orang ini menceritakan perasaan umum, namun tidak menyajikan pandangan baru, misalnya “saya merasa berkuasa” (sebagai mesin mobil).
c. Identifikasi empatik dengan benda-benda hidup; peserta didik mengidentifikasi emosi dan penginderaannya dengan subjek yang dijadikan analogi.
d. Identifikasi empatik dengan benda mati; tahap ini menuntut komitmen yang besar. Seseorang memandang dirinya sebagai benda mati dan mencoba mengeksplorasi permasalahan dari sudut pandang yang menyenangkan. Misalnya, “saya merasa dieksploitasi. Saya tidak dapat menentukan kapan mulai dan kapan berhenti” (sebagai mesin mobil).
Tujuan memperkenalkan tahapan analogi pribadi ini bukan untuk mengidentifikasi bentuk-bentuk kegiatan metaporik, tetapi untuk memberikan bimbingan bagaimana mengenal jarak konsep dengan baik. Gordon yakin bahwa melalui suatu analogi yang bermanfaat secara langsung dapat menciptakan suatu jarak.
2. Analogi langsung
Analogi langsung merupakan perbandingan yang sederhana dari dua objek atau konsep. Perbandingan ini bukan dimaksudkan untuk mendorong sesuatu menjadi identik. Hal ini berfungsi untuk menyederhanakan perubahan kondisi-kondisi suatu kenyataan atau permasalahan menjadi sesuatu yang lain untuk mendapatkan pandangan baru. Identifikasi berkaitan dengan orang, rencana, atau benda-benda mati. Gordon mengutip pengalaman insinyur yang melihat seekor cacing yang sedang membuat lobang pada sebuah pohon untuk bisa masuk ke dalamnya. Berdasarkan hal tersebut, Marsch Isumbard Brunel mendapat gagasan untuk membuat terowongan di bawah air, dan masih banyak lagi contoh-contoh analogi langsung yang lainnya.
3. Mendorong konflik
Bentuk metafora yang ketiga adalah mendorong konflik umum yang mendeskripsikan dua buah kata yang bertentangan. Gordon memberi contoh lawan menjadi kawan, nuklir untuk persahabatan, dan sebagainya. Hal tersebut dapat merefleksikan kecakapan peserta didik untuk menghubungkan dua kerangka berpikir kedalam satu objek.
Secara aktual terdapat dua strategi mengajar yang mendasari prosedur sinektik. Pertama menciptakan sesuatu yang baru, yang dirancang untuk mengenal keanehan agar dapat membantu peserta didik untuk mengenal masalah, ide, atau produk yang baru untuk memperjelas proses kreatif. Strategi lainnya, adalah memperkenalkan sesuatu yang aneh, yang dirancang untuk membuat sesuatu yang baru sehingga ide-ide yang tidak dikenal akan lebih berarti jika diperkenalkan analogi yang telah dikenal. Meskipun kedua strategi ini sama-sama mengikuti ketiga tipe analogi, tetapi tujuan, sintaks, dan prinsip reaksinya berbeda. Untuk menciptakan strategi baru, kita perlu mengkombinasikan strategi pertama dan yang kedua.
Kreativitas peserta didik dalam belajar sangat bergantung pada kreativitas guru dalam mengembangkan materi standar, dan menciptakan lingkungan belajar yang kondusif. Guru dapat menggunakan berbagai pendekatan dalam meningkatkan kreativitas peserta didik.
Berikut disajikan beberapa resep yang dapat dilakukan guru untuk mengembangkan kreativitas peserta didik.
1. Jangan terlalu banyak membatasi ruang gerak peserta didikdalam pembelajaran dan mengembangkan pengetahuan baru.
2. Bantulah peserta didik memikirkan sesuatu yang belum lengkap, mengeksplorasi pertanyaan, dan mengemukakan gagsan yang original.
3. Bantulah peserta didik mengembangkan prinsip-prinsip tertentu kedalam situasi terbaru.
4. Berikan tugas-tugas secara independen.
5. Kurangi kekangan dan ciptakan kegiatan-kegiatan yang dapat merangsang otak.
6. Berikan kesempatan kepada peserta didik untuk berpikir reflektif terhadap setiap masalah yang dihadapi.
7. Hargai perbedaan individu peserta didik, dengan melonggarkan aturan dan norma kelas.
8. Jangan memaksakan kehendak terhadap peserta didik.
9. Tunjukan perilaku-perilaku baru dalam pembelajaran.
10. Kembangkan tugas-tugas yang dapat merangsang tumbuhnya kreativitas
11. Kembangkan rasa percaya diri peserta didik, dengan membantu mereka mengembangkan kesadaran dirinya secara positif, tanpa menggurui dan mendikte mereka.
12. Kembangkan kegiatan-kegiatan yang menarik, seperti kuis dan teka-teki, dan nyanyian yang dapat memacu potensi secara optimal.
13. Libatkan peserta didik secara optimal dalam proses pembelajaran, sehingga proses mentalnya bisa lebih dewasa dalam menemukan konsep dan prinsip-prinsip ilmiah.
2. (Bobot 40%). Guru merupakan ujung tombak pendidikan, tetapi yang menggerakan tombak tersebut adalah kepala sekolah.
a. Jelaskan dan berikan contohnya, implikasi pernyataan tersebut terhadap manajemen sistem pembelajaran.
Jawab :
Kepala Sekolah merupakan motor penggerak, penentu arah kebijakan sekolah, yang akan menentukan bagaimana tujuan-tujuan sekolah dan pendidikan pada umumnya direalisasikan. Sehubungan dengan MBS, kepala sekolah dituntut untuk senantiasa meningkatkan efektifitas kinerja. Dengan begitu, MBS sebagai paradigma baru pendidikan dapat memberikan hasil yang memuaskan.
Kinerja kepemimpinan kepala sekolah dalam kaitannya dengan MBS adalah segala upaya yang dilakukan dan hasil yang dapat dicapai oleh kepala sekolah dalam mewujudkan tujuan pendidikan secara efektif dan efisien. Sehubungan dengan itu, kepemimpinan kepala sekolah yang efektif dalam MBS dapat dilihat berdasarkan kriteria berikut:
1. Mampu memberdayakan guru-guru untuk melaksanakan proses pembelajaran dengan baik, lancar, dan produktif.
2. Dapat menyelesaikan tugas dan pekerjaan sesuai dengan waktu yang telah ditetapkan;
3. Mampu menjalin hubungan yang harmonis dengan masyarakat sehingga dapat melibatkan mereka secara aktif dalam rangka mewujudkan tujuan sekolah dan pendidikan;
4. Berhasil menerapkan prinsip kepemimpinan yang sesuai dengan tingkat kedewasaan guru dan pegawai lain di sekolah;
5. Bekerja dengan tim manajemen; serta
6. Berhasil mewujudkan sekolah secara produktif sesuai dengan ketentuan yang telah ditetapkan.
Pidarta dalam Mulyasa (2012:126) mengemukakan tiga macam ketrampilan yang harus dimiliki oleh kepala sekolah untuk menyukseskan kepemimpinannya. Ketiga ketrampilan tersebut adalah ketrampilan konseptual, yaitu ketrampilan untuk memahami dan mengoperasikan organisasi; ketrampilan manusiawi, yaitu ketrampilan untuk bekerja sama, memotivasi dan memimpin; serta ketrampilan teknik ialah ketrampilan dalam menggunakan pengetahuan, metode, teknik, serta perlengkapan untuk menyelesaikan tugas tertentu. Lebih lanjut dikemukakan bahwa untuk memiliki ketrampilan terutama ketrampilan konsep, para kepala sekolah diharapkan melakukan kegiatan-kegiatan berikut: (1) senantiasa belajar dari pekerjaan sehari-hari terutama dari cara kerja para guru secara terencana; (3) membaca berbagai hal yang berkaitan dengan kegiatan-kegiatan yang sedang dilaksanakan; (4) memanfaatkan hasil-hasil penelitian orang lain; (5) berpikir untuk masa yang akan datang; (6) merumuskan ide-ide yang dapat menerapkan gaya kepemimpinan yang efektif sesuai dengan situasi dan kebtuhan serta motivasi para guru dan pekerja lain.
b. Bagaimana seharusnya hubungan yang harmonis antara guru dan kepala sekolah
Jawab :
Hubungan yang harus digalang dalam suatu sekolah dapat didasarkan atas kepentingan diri sendiri, yang sering menjadi “instrumental” (memperalat); yang sifatnya pribadi karena kepentingan pribadi, bukan dinas. Hubungan dapat pula bersifat kedinasan, yang sudah tentu ada di sekolah. Barangkali perlu ditambahkan satu hubungan lagi, yaitu hubungan atas kepentingan pendidikan dan pekerjaan, atau hubungan kedinasan yang sifatnya profesional. Kedinasan menghendaki kerja sama dan profesi mendidik juga memerlukan pertukaran pikiran. Karena itu, perlu dibina hubungan yang profesional. Karakteristik hubungan profesional antara lain dipengaruhi “tata krama” profesional; terbuka untuk mengemukakan pendapat; keputusan diambil berdasarkan pertukaran pendapat; dan memberikan keputusan yang bersifat pedoman, bukan suatu yang tegas dan praktis.
Hubungan profesional dan hubungan dinas dapat dipersatukan dalam suatu komunikasi lain, yakni hubungan pribadi, sehingga kedua jenis komunikasi tersebut berlangsung dengan lancar tanpa ada hambatan yang berarti. Sebaliknya bila hubungan itu dapat dijaga dapat menimbulkan komunikasi yang tidak mapan dan tidak terasa hangat, bahkan kurang atau tidak efektif.
Komunikasi intern dapat saja diikat oleh ikatan profesional, yakni “tata krama” sesuai dengan Kode Etik Guru. Jadi, hubungan pribadi dalam arti satu jajaran (korps) akan menjaga stabilitas komunikasi intern juga. Bahkan jika hubungan yang berlandaskan “tata krama” profesional itu kuat, hubungan pribadi akan hadir dengan sendirinya dalam bentuk komunikasi profesional.
Kepala sekolah sebaiknya berlaku dengan prinsip demokrasi dan harus menganngap guru-guru itu bukan saja sebagai pembantunya, tetapi juga partner (mitra) dalam kelompok. Dalam kepemimpinan pendidikan bekerja seperti itu disebut “bekerja di luar dan di dalam kelompok sekaligus”. Untuk kepentingan tersebut, kepala sekolah perlu memperhatikan prinsip-prinsip berikut ini:
1) Bersikap terbuka, tidak memaksakan kehendak, tetapi bertindak sebagai fasilitator yang mendorong suasana demokratis dan kekeluargaan;
2) Mendorong para guru untuk mau dan mampu mengemukakan pendapatnya dalam memecahkan suatu masalah, serta harus dapat mendorong aktivitas dan kreativitas guru;
3) Mengembangkan kebiasaan untuk berdiskusi secara terbuka, dan mendidik guru-guru untuk mau mendengarkan pendapat orang lain secara objektif (hal demikian dapat dilakukan dengan jalan menengahi pembicaraan dan menerjemahkan pembicaraan orang lain untuk dapat dipahami);
4) Mendorong para guru dan pegawai lainnya untuk mengambil keputusan yang paling baik dan menaati keputusan itu;
5) Berlaku sebagai pengarah, pengatur pembicaraan, perantara, dan pengambil kesimpulan secara redaksional.
c. Jelaskan dan berikan contohnya, implikasi pernyataan tersebut terhadap Manajemen Sistem Pembelajaran.
Jawab:
Di setiap sekolah selalu terdapat masalah yang perlu mendapat pemecahan secara proporsional. Setiap masalah perlu segera dicarikan jalan ke luar dan pemecahannya agar tidak berlarut-larut. Untuk kepentingan tersebut, perlu ada kegiatan pertemuan yang bersifat teratur dan berkala, misalnya dilakukan sebulan sekali. Makin jarang pertemuan diadakan, makin berlarutlah suatu masalah. Karenanya itu, pertemuan periodik antara personil sangat diperlukan. Dalam setiap pertemuan kepala sekolah berfungsi sebagai pimpinan dan guru-guru perlu didorong secara bergiliran untuk mengemukakan pendapatnya tentang kegiatan kurikuler pada bulan tertentu sehingga akan didapat sejumlah masalah yang mereka hadapi.
Peningkatan pengetahuan dan kemampuan profesional sering harus dilakukan melalui pertemuan yang sifatya bukan rapat, tetapi lebih mirip suatu ceramah atau diskusi. Sering ada hal baru yang sedang dikembangkan oleh depatemen pendidikan dalam bidang teknis kependidikan yang perlu segera diketahui dan dipelajari oleh guru-guru, sementara kesempatan untuk mengikuti penataran amat terbatas. Kadang-kadang ada seseorang guru yang telah lebih dahulu mengetahui sesuatu yang baru, baik dari bacaan maupun telah kembali dari penataran. Keadaan ini dapat dimanfaatkan untuk meningkatkan kemapuan profesional pekerja sekolah, dengan cara meminta guru tersebut untuk memberikan sekedar oleh-olehnya atau pengetahuannya yang telah diperoleh kepada guru-guru lain, yang kemudian kalau mungkin dilanjutkan, dengan diskusi dan tanya jawab. Hal ini bila dipertahankan secara berkesinambungan akan terasa dampak positipnya bagi pengenmabgan guru dan pegawai lainnya.
d. Analisis pernyataan tersebut dari sudut Uji Kompetensi (UKG) dan Penilaian Kinerja Guru (PKG).
Jawab:
Kode etik guru ayat 7 menyatakan bahwa “guru memelihara hubungan seprofesi, semangat kekeluargaan, dan kesetiakawanan sosial”. Hal ini mengandung makna bahwa setiap guru harus menciptakan dan memelihara hubungan sesama guru dalam lingkungan kerjanya, serta harus menciptakan dan memelihara semangat kekeluargaan dan kesetiakawanan sosial di dalam dan di luar lingkungan kerjanya. Kode etik guru indonesia juga menunjukkan perlunya penciptaan hubungan harmonis dengan mewujudkan perasaan bersaudara antara sesama anggota profesi, baik secara formal maupun kekeluargaan. Hubungan formal ialah hubungan yang perlu dilakukan dalam rangka melakukan tugas kedinasan, sedangkan hubungan kekeluargaan ialah hubungan persaudaraan yang perlu dilakukan baik dalam lingkungan kerja maupun hubungan keseluruhan untuk menunjang tercapainya keberhasilan anggota profesi dalam membawakan misinya sebagai pendidik bangsa.
Berbicara tentang hubungan guru dengan lingkungan kerja menunjukkan bahwa di setiap sekolah terdapat seorang kepala sekolah, wakil kepala sekolah, dan beberapa orang guru, serta personel sekolah sesuai dengan kebutuhan dan kondisi sekolah dan daerah. Berhasil tidaknya sekolah dalam mewujudkan visi dan misinya sangat bergantung pada semua warga sekolah, dan mereka semua harus dapat berfungsi sebagaimana mestinya. Untuk kepentingan tersebut diperlukan hubungan yang baik dan harmonis diantara sesama warga sekolah yaitu hubungan baik antara kepala sekolah, wakil kepala sekolah dengan guru, guru dengan guru, dan kepala sekolah ataupun guru dengan warga sekolah lainnya, yang semuanya harus dapat menciptakan hubungan baik dengan peserta didik.
Sikap profesional lain yang perlu ditumbuhkann guru adalah kerjasama, saling menghargai, saling pengertian, dan rasa tanggung jawab. Jika ini sudah berkembang akan tumbuh rasa senasib sepenanggungan serta menyadari akan kepentingan bersama, tidak mementingkan kepentingan diri sendiri dengan mengorbankan kepentingan orang lain. Dalam suatu pergaulan hidup, bagaimanapun kecilnya jumlah manusia, akan terdapat perbedaan-perbedaan pikiran, perasaan, kemauan, sikap, dan watak. Meskipun demikian hubungan tersebut dapat berjalan lancar, tentram dan harmonis, jika diantara mereka tumbuh sikap saling pengertian dan tenggang rasa satu sama lain. Namun demikian, kebiasaan manusia Indonesia pada umumnya memiliki sikap tak acuh, kurang sungguh-sungguh, dan kurang bijaksana, sehingga sering menimbulkan keretakan diantara sesama. Hal ini tidak boleh terjadi karena kalau diketahui oleh peserta didik ataupun orangtua, apalagi masyarakat luas, mereka akan resah dan tidak percaya kepada sekolah. Hal tersebut dapat mendatangkan pengaruh yang negatif kepada peserta didik. Oleh sebab itu, agar tidak terjadi keadaan yang berlarut-larut, kita perlu saling memaafkan dan memupuk suasana kekeluargaan yang akrab antara sesama guru dan seluruh warga sekolah.
Dalam kaitannya hubungan guru dengan lingkungan keseluruhan, kita patut menganalisis dan mencontoh profesi kedokteran, dalam sumpah dokter yang diucapkan pada upacara pelantikan dokter baru, antara lain terdapat kalimat yang menyatakan bahwa setiap dokter akan memperlakukan teman sejawatnya sebagai saudara kandung. Ucapan tersebut mendorong para dokter menganggap profesinya sebagai suatu keluarga yang harus dijunjung tinggi dan dimuliakan. Sebagai saudara mereka wajib membantu dalam kesukaran, saling mendorong, kemajuan dalam bidang profesinya dan saling menghormati satu sama lain. Mereka saling memberitahukan penemuan-penemuan baru untuk meningkatkan profesinya. Sebagai saudara mereka berkewajiban saling mengoreksi dan menegur jika terdapat kesalahan-kesalahan atau penyimpangan yang dapat merugikan profesi. Meskipun dalam prakteknya besar kemungkinan tidak semua anggota profesi dokter itu melaksanakan apa yang diucapkan dalam sumpahnya, tetapi setidaknya sudah ada norma-norma yang mengatur dan mengawasi penampilan profesi itu.
Bagaimana dengan profesi keguruan? Harus diakui secara jujur bahwa profesi keguruan masih memerlukan pembinaan yang serius dan sungguh-sungguh. Rasa persaudaraan masih perlu ditumbuhkan sehingga kelak tumbuh hubungan kekeluargaan yang harmonis antara guru dengan teman sejawatnya, seperti halnya profesi kedokteran bahkan seharusnya bisa lebih dari itu. Membandingkan dengan profesi kedokteran tujuannya untuk dijadikan bahan renungan dalam meningkatkan hubungan yang harmonis antara guru sebagai anggota profesi keguruan.
Sebagai salah satu anggota organisasi, baik organisasi guru maupun organisasi yang lebih besar (Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan) guru akan selalu berada dalam bimbingan dan pengawasan pihak atasan. Dari organisasi guru ada strata kepempinan mulai dari pengurus cabang daerah, sampai ke pusat. Begitu juga sebagai anggota keluarga besar Kemdikbud ada pembagian pengawasan mulai dari kepala sekolah, kepala dinas dan seterusnya sampai ke Menteri Pendidikan dan Kebudayaan.
Pimpinan suatu unit atau organisasi akan memiliki kebijakan dan arah dalam memimpin organisasinya ketika anggota organisasi itu dituntut berusaha untuk bekerjasama dalam melaksanakan tujuan organisasi tersebut. Kerjasama yang dituntut pimpinan tersebut dapat dijadikan tuntutan kepatuhan dalam melaksanakan arahan dan petuntuk yang diberikan mereka. Kerjasama juga dapat diberikan dalam bentuk usulan bahkan kritikan yang membangun demi pemcapaian tujuan yang telah digariskan bersama. Oleh sebab itu, dapat disimpulkan bahwa sikap seorang guru terhadap pimpinan harus positif, dalam pengertian harus bekerja sama dalam menyukseskan program yang sudah disepakati, baik disekolah maupun diluar sekolah.
3. (Bobot 40%). Bagaimanakah analisis, pandangan, kritik dan saran saudara terhadap manajemen sistem pembelajaran yang terjadi lima tahun terakhir ini; bandingkan dengan salah satu negara lain yang saudara kenal.
Jawab :
A. Sistem Pendidikan
1. Pendidikan di Indonesia
Pendidikan di Indonesia adalah seluruh pendidikan yang diselenggarakan di Indonesia, baik itu secara terstruktur maupun tidak terstruktur. Secara terstruktur, pendidikan di Indonesia menjadi tanggung jawab Kementerian Pendidikan Nasional Republik Indonesia (Kemdiknas), dahulu bernama Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia (Depdikbud). Di Indonesia, semua penduduk wajib mengikuti program wajib belajar pendidikan dasar selama sembilan tahun, enam tahun di sekolah dasar/madrasah ibtidaiyah dan tiga tahun di sekolah menengah pertama/madrasah tsanawiyah. Saat ini, pendidikan di Indonesia diatur melalui Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Pendidikan di Indonesia terbagi ke dalam tiga jalur utama, yaitu formal, nonformal, dan informal. Pendidikan juga dibagi ke dalam empat jenjang, yaitu anak usia dini, dasar, menengah, dan tinggi.
Jenjang Pendidikan
a. Pendidikan anak usia dini
Mengacu Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003, Pasal 1 Butir 14 tentang Sistem Pendidikan Nasional, Pendidikan anak usia dini (PAUD) adalah suatu upaya pembinaan yang ditujukan bagi anak sejak lahir sampai dengan usia enam tahun yang dilakukan melalui pemberian rangsangan pendidikan untuk membantu pertumbuhan dan perkembangan jasmani dan rohan iagar anak memiliki kesiapan dalam memasuki pendidikan lebih lanjut.
b. Pendidikan dasar
Pendidikan dasarmerupakan jenjang pendidikan awal selama 9 (sembilan) tahun pertama masa sekolah anak-anak yang melandasi jenjang pendidikan menengah.
c. Pendidikan menengah
Pendidikan menengah merupakan jenjang pendidikan lanjutan pendidikan dasar.
d. Pendidikan tinggi
Pendidikan tinggi adalah jenjang pendidikan setelah pendidikan menengah yang mencakup program pendidikan diploma, sarjana, magister, doktor, dan spesialis yang diselenggarakan oleh perguruan tinggi.
Jalur Pendidikan
Jalur pendidikan adalah wahana yang dilalui peserta didik untuk mengembangkan potensi diri dalam suatu proses pendidikan yang sesuai dengan tujuan pendidikan.
a. Pendidikan formal
Pendidikan formal merupakan pendidikan yang diselenggarakan di sekolah-sekolah pada umumnya. Jalur pendidikan ini mempunyai jenjang pendidikan yang jelas, mulai dari pendidikan dasar, pendidikan menengah, sampai pendidikan tinggi.
b. Pendidikan nonformal
Pendidikan nonformal paling banyak terdapat pada usia dini, serta pendidikan dasar, adalah TPA, atau Taman Pendidikan Al Quran,yang banyak terdapat di setiap mesjid dan Sekolah Minggu, yang terdapat di semua gereja. Selain itu, ada juga berbagai kursus, diantaranya kursus musik, bimbingan belajar dan sebagainya.
c. Pendidikan informal
Pendidikan informal adalah jalur pendidikan keluarga dan lingkungan berbentuk kegiatan belajar secara mandiri yang dilakukan secara sadar dan bertanggung jawab.
Jenis
Jenis pendidikan adalah kelompok yang didasarkan pada kekhususan tujuan pendidikan suatu satuan pendidikan.
a. Pendidikan umum
Pendidikan umum merupakan pendidikan dasar dan menengah yang mengutamakan perluasan pengetahuan yang diperlukan oleh peserta didik untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi. Bentuknya: sekolah dasar (SD), sekolah menengah pertama (SMP), dan sekolah menengah atas (SMA).
b. Pendidikan kejuruan
Pendidikan kejuruan merupakan pendidikan menengah yang mempersiapkan peserta didik terutama untuk bekerja dalam bidang tertentu. Bentuk satuan pendidikannya adalah sekolah menengah kejuruan (SMK).
c. Pendidikan akademik
Pendidikan akademik merupakan pendidikan tinggi program sarjana dan pascasarjana yang diarahkan terutama pada penguasaan disiplin ilmu pengetahuan tertentu.
d. Pendidikan profesi
Pendidikan profesi merupakan pendidikan tinggi setelah program sarjana yang mempersiapkan peserta didik untuk memasuki suatu profesi atau menjadi seorang profesional.
e. Pendidikan vokasi
Pendidikan vokasi merupakan pendidikan tinggi yang mempersiapkan peserta didik untuk memiliki pekerjaan dengan keahlian terapan tertentu maksimal dalam jenjang d. 4 setara dengan program sarjana (strata 1).
f. Pendidikan keagamaan
Pendidikan keagamaan merupakan pendidikan dasar, menengah, dan tinggi yang mempersiapkan peserta didik untuk dapat menjalankan peranan yang menuntut penguasaan pengetahuan dan pengalaman terhadap ajaran agama dan /atau menjadi ahli ilmu agama.
g. Pendidikan khusus
Pendidikan khusus merupakan penyelenggaraan pendidikan untuk peserta didik yang berkebutuhan khusus atau peserta didik yang memiliki kecerdasan luar biasa yang diselenggarakan secara inklusif (bergabung dengan sekolah biasa) atau berupa satuan pendidikan khusus pada tingkat pendidikan dasar dan menengah (dalam bentuk sekolah luar biasa/SLB).
Tingkat
a. Prasekolah
Dari kelahiran sampai usia 3 tahun, kanak-kanak Indonesia pada umumnya tidak memiliki akses terhadap pendidikan formal. Dari usia 3 sampai 4 atau 5 tahun, mereka memasuki taman kanak-kanak. Pendidikan ini tidak wajib bagi warga negara Indonesia, tujuan pokoknya adalah untuk mempersiapkan anak didik memasuki sekolah dasar. Dari 49.000 taman kanak-kanak yang ada di Indonesia, 99,35% diselenggarakan oleh pihak swasta. Periode taman kanak-kanak biasanya dibagi ke dalam "Kelas A" (atau Nol Kecil) dan "Kelas B" (atau Nol Besar), masing-masing untuk periode satu tahun.
b. Sekolah Dasar
Kanak-kanak berusia 6–11 tahun memasuki Sekolah Dasar (SD) atau Madrasah Ibtidaiyah (MI). Tingkatan pendidikan ini adalah wajib bagi seluruh warga negara Indonesia berdasarkan konstitusi nasional. Tidak seperti taman kanak-kanak yang sebagian besar di antaranya diselenggarakan pihak swasta, justru sebagian besar sekolah dasar diselenggarakan oleh sekolah-sekolah umum yang disediakan oleh negara (disebut "Sekolah Dasar Negeri" atau "Madrasah Ibtidaiyah Negeri"), terhitung 93% dari seluruh Sekolah Dasar/Madrasah Ibtidaiyah yang ada di Indonesia. Sama halnya dengan sistem pendidikan di Amerika Serikat dan Australia, para siswa harus belajar selama enam tahun untuk menyelesaikan tahapan ini. Beberapa sekolah memberikan program pembelajaran yang dipercepat, di mana para siswa yang berkinerja bagus dapat menuntaskan sekolah dasar selama lima tahun saja.
c. Sekolah Menengah Pertama
Sekolah Menengah Pertama (SMP) dan Madrasah Tsanawiyah (MTs) adalah bagian dari pendidikan dasar di Indonesia. Setelah tamat dari SD/MI, para siswa dapat memilih untuk memasuki SMP atau MTs selama tiga tahun pada kisaran usia 12-14. Setelah tiga tahun dan tamat, para siswa dapat meneruskan pendidikan mereka ke Sekolah Menengah Atas (SMA), Sekolah Menengah Kejuruan (SMK), atau Madrasah Aliyah (MA).
d. Sekolah Menengah Atas
Di Indonesia, pada tingkatan ini terdapat tiga jenis sekolah, yaitu Sekolah Menengah Atas (SMA), Sekolah Menengah Kejuruan(SMK), dan Madrasah Aliyah(MA). Siswa SMA dipersiapkan untuk melanjutkan pendidikannya di perguruan tinggi, sedangkan siswa SMK dipersiapkan untuk dapat langsung memasuki dunia kerja tanpa melanjutkan ke tahapan pendidikan selanjutnya. Madrasah Aliyah pada dasarnya sama dengan sekolah menengah atas, tetapi porsi kurikulum keagamaannya (dalam hal ini Islam) lebih besar dibandingkan dengan sekolah menengah atas. Jumlah sekolah menengah atas di Indonesia sedikit lebih kecil dari 9.000 buah.
e. Pendidikan tinggi
Setelah tamat dari Sekolah Menengah Atas atau Madrasah Aliyah, para siswa dapat memasuki perguruan tinggi. Pendidikan tinggi di Indonesia dibagi ke dalam dua kategori: yakni negeri dan swasta. Kedua-duanya dipandu oleh Kementerian Pendidikan Nasional. Terdapat beberapa jenis lembaga pendidikan tinggi; misalnya universitas, sekolah tinggi, institut, akademi, dan politeknik. Ada beberapa tingkatan gelar yang dapat diraih di pendidikan tinggi, yaitu Diploma 3 (D3),Diploma 4(D4),Strata 1(S1),Strata 2(S2), dan Strata 3 (S3).
2. Sistem Pendidikan di Malaysia
Sistem pendidikan di Malaysia diselia oleh Kementerian Pelajaran Malaysia. PendidikanMalaysiaboleh didapatkan dari sekolah tanggungan kerajaan, sekolah swasta atau secara sendiri. Sistem pendidikan dipusatkan terutamanya bagi sekolah rendah dan sekolah menengah. Kerajaan negeri tidak berkuasa dalam kurikulum dan aspek lain pendidikan sekolah rendah dan sekolah menengah, sebaliknya ditentukan oleh kementerian. Terdapat peperiksaan piawai yang merupakan ciri yang biasa bagi negara-negara Asia seperti di Singapura dan China.
Hanya pendidikan di sekolah rendah diwajibkan dalam undang-undang. Oleh itu, pengabaian keperluan pendidikan selepas sekolah rendah tidak melanggar undang-undang. Sekolah rendah dan sekolah menengah diuruskan oleh Kementerian Pelajaran Malaysia tetapi dasar yang berkenaan dengan pengajian tinggi diuruskan oleh Kementerian Pengajian Tinggi Malaysia yang ditubuhkan pada tahun 2004. Sejak tahun 2003, kerajaan memperkenalkan penggunaan bahasa Inggris sebagai bahasa pengantar dalam mata pelajaran yang berkenaan dengan Sains. dan matematik.
Pendidikan Malaysia terdiri daripada beberapa peringkat:
a. Pendidikan prasekolah
Sekolah tadika (prasekolah) menerima kemasukan kanak-kanak umur 4-6 tahun. Pengajian tadika bukan merupakan pengajian wajib dalam Pendidikan Malaysia. Namun begitu penubuhan tadika oleh pihak swasta amat menggalakkan. Sepakat ini, sebagian besar Sekolah Kebangsaan mempunyai kelas prasekolah. Namun kemasukan ke kelas ini dibuka kepada anak-anak dari keluarga berpendapatan rendah.
b. Pendidikan rendah
Pendidikan rendah bermula dari tahun 1 hingga tahun 6, dan menerima kemasukan kanak-kanak berumur 7 tahun sehingga 12 tahun. Bahasa Melayu dan bahasa Inggris merupakan mata pelajaran wajib dalam Sistem Pendidikan Malaysia. Sekolah rendah awam di Malaysia terbagi kepada dua jenis, yaitu Sekolah Kebangsaan dan Sekolah Jenis Kebangsaan. Kurikulum di kedua-dua jenis sekolah rendah adalah sama. Perbedaan antara dua jenis sekolah ini ialah bahasa pengantar yang digunakan. Bahasa Melayu digunakan sebagai bahasa pengantar di Sekolah Kebangsaan.Bahasa Tamil atau bahasa Mandarin digunakan sebagai bahasa pengantar di Sekolah Jenis Kebangsaan.
Pada akhir tahun persekolahan sekolah rendah, ujian awam diadakan bagi menilai prestasi murid-murid. Ujian awam pada peringkat sekolah rendah dinamakan Ujian Penilaian Sekolah Rendah (UPSR). Pelajar yang telah menduduki UPSR, dibenarkan melanjutkan pelajaran ke peringkat menengah.
c. Pendidikan menengah
Sekolah menengah di Malaysia merupakan sekolah kelanjutan setelah anak menempuh sekolah dasar selama 6 tahun. Sekolah menengah ini berlangsung selama 5 tahun. Seperti di sekolah rendah, setiap tingkatan ditempuh selama satu tahun. Bahasa Melayu digunakan sebagai bahasa pengantar bagi semua mata pelajaran selain Sains dan Matematika. Pada akhir kelas 3, para siswa harus mengikuti ujian untuk menentukan kelulusan di sekolah menengah rendah, yang disebut Penilaian Menengah Rendah (PMR) atau dahulu dikenal dengan istilah Sijil Pelajaran Rendah (SPR), dalam bahasa Inggris disebut Lower Certificate Education (LCE) atau Lower Secondary Evaluation. Ujian tersebut wajib diikuti oleh semua siswa kelas 3. Setelah itu, siswa akan diarahkan untuk masuk kelas berikutnya dengan pilihan jurusan IPA (Science) atau seni (Arts). Siswa dapat memilih sesuai dengan pilihan mereka sendiri. Umumnya jurusan IPA lebih dipilih oleh siswa. Meskipun dalam perjalanannya, siswa masih diberikan kesempatan untuk beralih jurusan IPA ke jurusan seni, namun tidak untuk sebaliknya. Pelajar-pelajar yang tidak dapat menentukan keputusan yang memuaskan boleh memilih untuk menjalani pengkhususan vokasional di sekolah teknik.
Aktivitas ko-kurikuler bersifat wajib di sekolah menengah, dimana semua siswa harus mengambil bagian di dalam sedikitnya 2 aktivitas. Ada banyak aktivitas ko-kurikuler yang ditawarkan di sekolah menengah. Aneka macam di masing-masing sekolah dan masing-masing siswa yang menjadi sebutan yang di dasarkan atas bidang-bidang ini. Ada beberapa kompetisi dan penilaian kinerja yang dilakukan secara teratur. Aktivitas ko-kurikuler sering digolongkan menjadi beberapa sebutan sebagai berikut: Kelompok Umum (Uniformed Groups), Penampilan Seni (Performing Arts), Klub dan Kemasyarakatan (Clubs and Societies), Olahraga dan Permainan (Sports and Games). Siswa boleh juga mengikuti kegiatan lebih dari aktivitas ko-kurikuler.
Pada akhir kelas 5 siswa diwajibkan untuk mengambil ujian akhir yang disebut Sijil Pelajaran Malaysia-SPM (Malaysian Certificate of Education Examination) sebelum merka lulus dari sekolah menengah ini. Ujian SPM itu didasarkan pada ‘Ujian Sertifikat Sekolah’ (School Certificate Examination) sebagaimana zaman Inggris dahulu sebelum berubah menjadi Ujian Tingkat ‘O’ Sertifikat Umum Pendidikan (General Certificate of Secondary Education-GCSE).
d. Pendidikan pra-universiti
Selepas SPM, para pelajar dapat membuat pilihan sama ada belajar dalam Tingkatan 6 matrikulasi, pengajian diploma di pelbagai institut pendidikan seperti Politeknik. Jika mereka melanjutkan pelajaran dalam Tingkatan Enam, mereka akan menduduki peperiksaan Sijil Tinggi Persekolahan Malaysia (STPM). Tingkatan 6 yang terdiri daripada Tingkatan 6 Rendah dan Tingkatan 6 Atas mengambil masa selama dua tahun. STPM dianggap lebih susah daripada A-level kerana merangkumi skop yang lebih mendalam dan luas. Walaupun STPM biasanya diduduki bagi mereka yang ingin belajar di universiti awam di Malaysia, STPM turut diakui di peringkat antara bangsa.
Selain itu, para pelajar boleh memohon kebenaran untuk mengikuti program matrikulasi yang mengambil masa selama satu atau dua tahun. Pada suatu ketika dahulu, matrikulasi hanya mengambil masa selama satu tahun. Sejak tahun 2006, 30% daripada semua pelajar matrikulasi diberikan program yang mengambil masa selama dua tahun. 90% daripada tempat matrikulasi adalah disimpan untuk bumiputera. Program matrikulasi tidak seketat dengan STPM. Ramai berpendapat bahwa program ini mudah daripada STPM, dan dikatakan untuk membantu bumiputera belajar di universiti dengan mudah. Matrikulasi dikenalkan selepas kuota kemasukan universiti awam yang berdasarkan kaum dimansuhkan. 70% daripada pelajar kursus krtikal seperti perubatan, farmasi, pergigian dan perundangan ialah pelajar matrikulasi. Sebaliknya, kebanyakan kursus-kursus seperti Sarjana Muda Sains yang kurang diminati diambil oleh pelajar STPM. Pembela program matrikulasi mendakwa bahawa Tingkatan 6 adalah berbeda dengan program matrikulasi. Akan tetapi, program matrikulasi dan Tingkatan Enam memainkan peranan yang sama (kelayakan kemasukan universiti). Setelah pelajar menerima pendidikan pra-universiti di kolej persendirian. Mereka mungkin memilih diploma, A-level, Program Matrikulasi Kanada atau kursus yang sama dari negara lain.
e. Pengajian tinggi
Banyak subsidi diberi oleh kerajaan untuk menanggung pendidikan di universiti-universiti awam. Pemohon memerlukan kelayakan STPM, matrikulasi atau diploma yang diiktiraf, serta kelulusan-kelulusan lain yang setara yang diiktiraf Kerajaan. Keputusan yang baik dalam peperiksaan tidak menjamin kemasukan universiti awam. Ini adalah kerana tempat pengajian bagi sesetengah program adalah terhad. Contohnya, tempat untuk bidang perubatan adalah terhad dan adalah mustahil untuk universiti awam menerima semua pelajar-pelajar yang mendapat semua A dalam STPM. Justeru, adalah penting bagi pelajar untuk mendapatkan maklumat dari pihak sekolah ketika mengisi borang permohonan.Pada tahun 2004, kerajaan menubuhkan Kementerian Pengajian Tinggi Malaysia untuk mengawasi pendidikan pengajian tinggi. Kementerian ini dipimpin oleh Mustapa Mohamed pada ketika itu. Kini, KPT diterajui oleh Nordin Khaled. Para pelajar juga dapat membuat pilihan untuk pergi ke institusi swasta bagi pendidikan peringkat tinggi. Banyak institusi memberi kursus dengan bekerjasama dengan institut atau universiti di luar negeri. Sesetengah universiti di luar negeri pula membuka cawangan di Malaysia. Selain itu, terdapat juga Institut Pendidikan Guru Malaysia yang menawarkan program ijazah sarjana muda perguruan dan politeknik yang menawarkan kursus diploma dan sijil bagi yang berminat.Terdapat juga kajian yang dilakukan mengenai Sistem penilaian prestasi pelajar.
Jenis sekolah
a. Sekolah Kebangsaan
Bahasa Malaysia digunakan sebagai bahasa pengantar di Sekolah Kebangsaan. Sekolah Kebangsaan merupakan salah satu jenis sekolah rendah.
b. Sekolah Kluster
Sekolah klustersatu jenama yang diberi kepada sekolah yang dikenal pasti cemerlang dalam klusternya daripada aspek pengurusan sekolah dan kemenjadian murid. Pewujudan sekolah kluster bertujuan melonjakkan kecemerlangan sekolah dalam sistem pendidikan Malaysia dan membangun sekolah yang boleh dicontohi oleh sekolah dalam kluster yang sama dan sekolah lain di luar klusternya.
c. Sekolah Jenis Kebangsaan
Bahasa Cina atau Bahasa Tamil digunakan sebagai bahasa pengantar. Sekolah Jenis Kebangsaan merupakan salah satu jenis sekolah rendah. Dari tahun 1995 hingga 2000, pengagihan Rancangan Malaysia Ketujuh membahagikan 96.5% kepada Sekolah Kebangsaan yang hanya mempunyai 75% daripada pelajar sekolah rendah. Sekolah Jenis Kebangsaan Cina (21% daripada pelajar sekolah rendah) mendapat 2.4% daripada pengagihan manakala Sekolah Jenis Kebangsaan Tamil (3.6% daripada pelajar sekolah rendah) mendapat 1% daripada pengagihan.
d. Sekolah Wawasan
Beberapa sekolah awam berkongsi kemudahan yang sama di dalam sebuah sekolah yang dikenali sebagai Sekolah Wawasan. Penubuhan Sekolah Wawasan adalah untuk menggalakkan interaksi yang lebih rapat antara kaum. Akan tetapi, kebanyakan orang Cina dan orang India membantah Sekolah Wawasan kerana mereka percaya bahawa Sekolah Wawasan akan mengehadkan penggunaan bahasa ibunda di sekolah.
e. Sekolah Agama Islam
Sekolah pondok, madrasah dan sekolah agama Islam lain merupakan bentuk sekolah asal di Malaysia. Sekolah-sekolah sedemikian masih wujud di Malaysia tetapi bukan sebahagian daripada pelajaran kanak-kanak di kawasan bandar. Pelajar di kawasan luar bandar masih belajar di sekolah-sekolah ini. Oleh sebab keputusan pelajaran di sekolah-sekolah ini tidak diterima oleh kebanyakan universiti di Malaysia, kebanyakan pelajar ini perlu melanjutkan pelajaran ke kawasan seperti Pakistan atau Mesir.
f. Sekolah Bestari
Sekolah bestaricuba menerapkan komputer dan teknologi dalam kaedah pembelajaran.
g. Sekolah Teknik dan Vokasional
Sekolah Menengah Teknik dan vokasional memberi peluang kepada murid yang mempunyai kecenderungan dalam pendidikan sains dan teknologi untuk memenuhi tenaga kerja dalam bidang industri Negara. Kementerian Pelajaran Malaysia menawarkan program-program yang membolehkan murid berpotensi menjadi separa profesional atau profesional dalam pelbagai bidang teknikal dan kejuruteraan.
h. Sekolah Berasrama Penuh
Maktab Rendah Sains MARA(MRSM) dan Sekolah Berasrama Penuh atau Residential School juga dikenal sebagai sekolah-sekolah sains (Science Schools). Sekolah-sekkolah ini digunakan untuk memenuhi kebutuhan calon-calon elit Malaysia tetapi kemudian diperluas sebagai sekolah untuk menjaga Malaysia dengan cara menerima siswa dengan kemampuan akademik dan bakat-bakat olahraga serta kepemimpinan yang menonjol. Sekolah tersebut dijadikan sebagai model setelah Sekolah Asrama Inggris (British Boarding School).
B. Perbandingan Sitem Pendidikan di Indonesia dan di Malaysia
Pada tahun 2009, terdapat 5.154.000 siswa baru yang masuk SD di Indonesia. Selain itu, 1.062.000 siswa mengulang kelas dan (hanya) 80% yang berhasil mencapai kelas enam pada tahun ajaran 2008-9. Di sisi lain, terdapat 481.000 siswa baru yang masuk SD di Malaysia pada tahun 2009 serta tidak ada siswa yang mengulang kelas dan 96% siswa di SD berhasil mencapai kelas enam pada tahun ajaran 2008-9. Dengan kata lain, walaupun jumlah siswa yang baru masuk SD di Indonesia hampir sebelas kali lipat dari Malaysia, tetapi persentase keberhasilan siswa mencapai kelas enam lebih rendah 16% ketimbang Malaysia pada tahun yang sama. Hal itu tentu berkait dengan jumlah siswa yang mengulang kelas maupun faktor lainnya seperti putus sekolah karena tidak ada biaya.
Di Indonesia, usia wajib sekolah ialah 7-15 tahun sementara di Malaysia antara 6-11 tahun. Namun, jumlah siswa (pada usia wajib sekolah) yang mengalami putus sekolah di Indonesia (389.000 siswa) adalah dua kali lipat ketimbang Malaysia (192.000 siswa). Selain itu, pada level pendidikan menengah dan vokasional, ketertinggalan Indonesia dari Malaysia tidak jauh berbeda. Usia wajib sekolah pada jenjang ini ialah 13 tahun di Indonesia (3 tahun SMP dan 3 tahun SMA) serta 12 tahun di Malaysia (3 tahun SMP dan 4 tahun SMA). Dalam kelompok siswa itu, ada 19.521.000 siswa pada tahun 2009 dan satu persen dari mereka pernah mengulang kelas pada tahun yang sama di Indonesia; sementara dari 2.537.000 siswa di Malaysia pada jenjang dan tahun yang sama, hampir tidak ada dari mereka (nol persen) yang mengulang kelas. Padahal, janji kemerdekaan untuk mencerdaskan kehidupan bangsa merupakan jaminan bahwa tidak ada satu pun warga negara yang putus sekolah sebab ketiadaan biaya.
Keprihatinan juga muncul dari dunia pendidikan tinggi. Indonesia hanya menjadi negara tujuan bagi 3.023 mahasiswa asing sementara Malaysia menjadi negara tujuan bagi 41.310 mahasiswa asing (hampir 14 kali lipat ketimbang Indonesia) pada tahun 2009. Malaysia pun menjadi negara keempat tujuan kuliah bagi warga negara Singapore (606 mahasiswa pada tahun 2009), sementara Indonesia menjadi negara tujuan nomor satu bagi mahasiswa Timor Leste (1.421 mahasiswa pada 2009) dan tidak masuk ke dalam lima besar negara tujuan studi warga negara Singapore. Di sisi lain, hanya 32.346 mahasiswa Indonesia yang studi di luar negeri pada tahun 2009, sementara Malaysia memiliki lebih dari 1,5 kali lipat jumlah mahasiswa Indonesia yang studi di luar negeri (53.121 mahasiswa). Lima negara teratas untuk tujuan studi bagi mahasiswa Indonesia ialah Australia (10.205), U.S.A. (7.386), Malaysia (7.325), Jepang (1.788), Jerman (1.546) dan menarik untuk dicatat bahwa Malaysia masuk ke dalam lima besar negara tujuan studi bagi mahasiswa Indonesia. Padahal, Indonesia tidak masuk ke dalam lima besar negara tujuan studi bagi mahasiswa Malaysia.
Sebagai catatan, menarik untuk disampaikan bahwa walaupun Indonesia merupakan negara penerima beasiswa terbesar dari AusAid, jumlah mahasiswa Malaysia yang studi di Australia lebih banyak 9.765 orang ketimbang mahasiswa Indonesia pada tahun 2009. Dengan kata lain, lebih banyak warga Malaysia – ketimbang WNI – yang mampu membayar kuliah ke Australia atau Putra Jaya memberikan lebih banyak beasiswa bagi warga negaranya ketimbang yang disediakan Jakarta bagi WNI untuk studi ke Australia.
Dengan demikian, wajar saja bila WNI di perbatasan Kalimantan Barat, umpamanya, lebih memilih memiliki akta kelahiran Malaysia ketimbang Indonesia, sebab hal tersebut memberikan kemungkinan yang lebih besar bagi mereka untuk sekurangnya dua hal:
(1) Mendapatkan pekerjaan dengan penghasilan yang lebih besar
(2) Kualitas pendidikan (dasar dan menengah) yang lebih baik dan kesempatan untuk mengakses pendidikan tinggi dengan beasiswa di malaysia maupun ke negara lain.
Di sisi lain, mengapa para pejabat dan sebagian WNI naik pitam dengan fenomena tersebut yang akar masalahnya adalah
(1) Ketidakmampuan pemerintah (pusat maupun daerah) memberikan kesejahteraan
dan pendidikan berkualitas tinggi
(2) Rendahnya ekspektasi kehidupan (pendidikan, kesejahteraan, kesehatan) sebagian
besar rakyat Indonesia.
C. Upaya Peningkatan Kualitas Pendidikan di Indonesia
Pemerintah harus bisa membuat prioritas dalam upaya perbaikan kualitas manusia Indonesia. Realisasi anggaran pendidikan yang mencapai 20% dari total APBN negara harus bisa segera direalisasikan oleh pemerintah. Jangan sampai anggaran yang telah besar ini justru dikorup oleh oknum-oknum yang tidak bertanggung jawab. Penetapan sistem pendidikan yang baku serta tidak harus berubah pada setiap pergantian menteri harus bisa menjadi target pemerintah. Hal ini bisa memberikan kepastian bagi setiap pengajar dan sekolah. Kelengkapan fasilitas serta pemerataan kualitas pendidikan bagi setiap warga negara, khususnya daerah-daerah yang jauh dari pusat kota. Daerah-daerah seperti ini seharusnya menjadi fokus pemerintah karena banyak sekali masyarakat yang tidak memperoleh hak mereka dalam memperoleh pendidikan. Terakhir, perbaikan kualitas para pendidik pun harus bisa diperhatikan oleh pemerintah. Jangan sampai para guru yang mengajari para calon pemimpin bangsa ini justru merupakan orang-orang yang tidak mengerti apa yang mereka ajarkan. Inilah beberapa hal yang harus segera dilakukan pemerintah untuk segera menyelesaikan masalah SDM di Indonesia.
Strategi Meningkatkan Kualitas Pendidikan
Kualitas pendidikan dapat ditingkatkan melalui beberapa cara, seperti :
1. Meningkatkan ukuran prestasi akademik melalui ujian nasional atau ujian daerah yang menyangku kompetensi dan pengetahuan, memperbaiki tes bakat (Scolastik Aptitude Test), sertifikasi kompetensi dan profil portofolio (portofolio profile),
2. Membentuk kelompok sebaya untuk meningkatkan gairah pembelajaran melalui belajar secara kooperatif (coorperative learning),
3. Menciptakan kesempatan baru di sekolah dengan mengubah jam sekolah menjadi pusat belajar sepanjang hari dan tetap membuka sekolah pada jam-jam libur,
4. Meningkatkan pemahaman dan penghargaan belajar melalui penguasaan materi (mastery learning) dan penghargaan atas pencapaian prestasi akademik,
5. Membantu siswa memperoleh pekerjaan dengan menawarkan kursus-kursus yang berkaitan dengan keterampilan memperoleh pekerjaan (John Bishop, dalam Nurkholis).
6. Upaya peningkatan kualitas pendidikan dapat ditempuh dalam menerapkan Total Quality Management (TQM). TQM pertama kali dikemukakan dan dikembangkan oleh Edward Deming, Paine, dkk tahun 1982. TQM dalam pendidikan adalah filosofi perbaikan terus-menerus dimana lembaga pendidikan menyediakan seperangkat sarana atau alat untuk memenuhi bahkan melampaui kebutuhan, keinginan dan harapan pelanggan saat ini dan dimasa yang akan datang. TQM merupakan suatu pendekatan dalam menjalankan usaha yang mencoba untuk memaksimumkan daya saing organisasi melalui perbaikan terus menerus atas produk, jasa, manusia, proses dan lingkungan. Namun pendekatan TQM hanya dapat dicapai dengan memperhatikan karakteristiknya, yaitu: 1) fokus pada pelanggan baik internal maupun eksternal, 2) memiliki obsesi yang tinggi terhadap kualitas, 3) menggunakan pendekatan ilmiah dalam pengambilan keputusan dan pemecahan masalah, 4) memiliki komitmen jangka panjang, 5) membutuihkan kerjasama tim, 6) memperbaiki proses secara berkesinambungan, 7) menyelenggarakan pendidikan dan pelatihan, memberikan kebebasan yang terkendali, 9) memiliki kesatuan tujuan, dan 10) adanya keterlibatan dan pemberdayaan karyawan.
7. Manajemen berbasis sekolah sebagai alternatif peningkatan mutu pendidikan
Peningkatan kualitas pendidikan sangat menekankan pentingnya peranan sekolah sebagai pelaku dasar utama yang otonom, dan peranan orang tua dan masyarakat dalam mengembangkan pendidikan. Sekolah perlu diberikan kepercayaan untuk mengatur dan mengurus dirinya sendiri sesuai dengan kondisi lingkungan dan dan kebutuhan pelanggan. Sekolah sebagai institusi otonom diberikan peluang untuk mengelolah dalam proses koordinasi untuk mencapai tujuan-tujuan pendidikan. Konsep pemikiran tersebut telah mendorong munculnya pendekatan baru, yakni pengelolaan peningkatan mutu yang berbasis sekolah. Pendekatan inilah yang dikenal dengan manajemen peningkatan mutu berbasis sekolah (school based quality management/school based quality improvement). Konsep peningkatan mutu pendidikan berbasis sekolah muncul dalam kerangka pendekatan manajemen berbasis sekolah. Pada hakekatnya MBS akan membawa kemajuan dalam dua area yang saling tergantung, yaitu, pertama, kemajuan program pendidikan dan pelayanan kepada siswa-orang tua, siswa dan masyarakat. Kedua, kualitas lingkungan kerja untuk semua anggota organisasi.
Wohlstetter dalam Watson (1999) memberikan panduan yang komprehensif sebagai elemen kunci reformasi MBS yang terdiri dari atas: 1) Menetapkan secara jelas visi dan hasil yang diharapkan, 2) Menciptakan fokus tujuan nasional yang memerlukan perbaikan, 3) Adanya panduan kebijakan dari pusat yang berisi standar-standar kepada sekolah, 4) Tingkat kepemimpinan yang kuat dan dukungan politik serta dukungan kepemimpinan dari atas, 5) Pembagunan kelembagaan (capacity building) melalui pelatihan dan dukungan kepada kepala sekolah, para guru, dan anggota dewan sekolah, 6) Adanya keadilan dalam pendanaan atau pembiayaan pendidikan.
Saran
Untuk meningkatkan kualitas pendidikan maka perlu kerjasama yang solid antar berbagai pihak. Dengan keharmonisan hubungan dan usaha keras tidak mustahil kualitas pendidikan di Indonesia dapat ditingkatkan sehingga dapat mengejar ketertinggalan dari negara lain.
Perbaikan sistem/kurikulum, mutlak diperlukan untuk memperbaiki/menutup kekurangan kurikulum sebelumnya. Pelaksanaan kurikulum baru nantinya harus didukung semua pihak, sehingga mencapai tujuan dengan hasil maksimal.
DAFTAR PUSTAKA
Assegaf. 2003. Internasionalisasi Pendidikan. Yogyakarta: Gama Media
Mulyasa, E. 2012. Manajemen Berbasis Sekolah. Bandung: Remaja Rosdakarya
Mulyasa, E. 2013. Menjadi Kepala Sekolah Proffesional. Bandung; Remaja Rosdakarya
Mulyasa, E. 2013. Menjadi Guru Proffesional. Bandung; Remaja Rosdakarya
Mulyasa, E. 2013. Uji Kompetensi dan Penilaian Kinerja Guru. Bandung; Remaja Rosdakarya
Rohman, Arif. 2010. Pendidikan Komparatif: Menuju ke Arah Metode Perbandingan Pendidikan Antar Negara. Yogyakarta: Laksabang Grafika
0 komentar:
Posting Komentar